Bogor24Update – Satreskrim Polresta Bogor Kota mengamankan empat pelaku kasus penyegelan dan perusakan musala di Kampung Sumur Wangi, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol. Bismo Teguh Prakoso mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat yang menyampaikan mereka tidak bisa melaksanakan salat di musala, pada Minggu, 21 Januari 2024.
Menindak lanjuti laporan tersebut, dirinya beserta jajaran pejabat utama (PJU) dan Bhabinkamtibmas serta Babinsa setempat mendatangi lokasi di Kampung Sumur Wangi, Kelurahan Kayumanis.
“Kami hadir mendengarkan keluh kesah dari tokoh masyarakat yang ada di situ. Setelah berdialog, kami membuka rumah ibadah tersebut yang dipalang dari kayu dan menghidupkan listriknya,” ungkapnya, Selasa 23 Januari 2024.
Bismo menyampaikan bahwa kebebasan beragama dan beribadah telah dijamin dan diatur dalam Pasal 29 Undang Undang Dasar 1945.
“Kami sampaikan kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh UUD 1945 Pasal 29 dan dijamin oleh Negara. Nah, barangsiapa yang menghalang-halangi tentunya masuk unsur pidana. Jika ada tindakan pencurian, perusakan itu juga masuk unsur pidana,” tuturnya.
Dari hasil penyelidikan dan olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi berhasil mengidentifikasi empat terduga pelaku dengan inisial SR, WJ, AS, dan LSK. Keempat pelaku berhasil diamankan dan dibawa ke Polresta Bogor Kota.
“Pelaku itu menutup pintu dengan palang kayu, memutus listriknya, juga mengambil toa musala,” kata Bismo didampingi Kepala Satreskrim Polresta Bogor Kota Kompol Luthfi Olot Gigantara.
Dijelaskan, kejadian itu berawal dari hutang piutang antara RA dan AS. RA merupakan pemilik tanah dan bangunan yang menjaminkannya kepada AS dengan pinjaman Rp3,1 miliar.
“Dalam perjanjian, kedua belah pihak ada bagi hasil usaha karena ini (uang) digunakan RA untuk usaha. Setiap bulan RA memberi ke A sebesar Rp50 juta. Ketika itu sudah tidak lancar di dalam perjanjian itu dipersilahkan untuk mengambil tanah tersebut,” paparnya.
Namun begitu, dikatakan Bismo, meski ada perjanjian masalah hutang piutang, kemudian ada ketidaklancaran dalam hal pembayaran dan sebagainya. Langkah upaya hukum yang ditempuh itu mengajukan gugatan perdata di pengadilan.
“Itu tindak lanjut hukum berikutnya adalah melalui mekanisme pengadilan gugatan perdata. Sidang, diputuskan inkrah, baru eksekusi. Jadi tidak boleh langsung melakukan tindakan-tindakan tanpa ada perintah dari pengadilan,” tandasnya.