Bogor24Update – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggulirkan kickoff dan sosialisasi rencana operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 regional Pulau Jawa di Provinsi Jawa Barat.
Kegiatan ini sebagai upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca menyikapi dampak perubahan iklim yang dirasakan beberapa tahun terakhir.
Sekretaris Jenderal KLHK selaku Ketua Pelaksana FOLU Net Sink 2030, Bambang Hendroyono menyampaikan kickoff dan sosialisasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ini merupakan rangkaian sosialisasi tahun ke-3 sejak ditetapkannya SK.168/2022.
Tahun 2022 telah dilaksanakan sosialisasi dan penyusunan Renja Sub Nasional di 12 Provinsi (Region Sumatra dan Kalimantan), tahun 2023 juga telah dilaksanakan sosialisasi dan penyusunan Renja Sub Nasional di 16 Provinsi (Region Sumatra, Sulawesi, Maluku dan Papua), dan dilanjutkan dengan sosialisasi dan penyusunan Renja Sub Nasional Region Jawa di tahun ini pada 6 Provinsi.
Bambang mengatakan, Indonesia telah melewati proses yang panjang sejak Ratifikasi Paris Agreement 2016 melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.
Pemerintah telah menetapkan target aksi ketahanan iklim pasca 2020 dalam dokumen kontribusi yang ditetapkan secara Nasional melalui submisi dokumen NDC dan penetapan peta jalan mitigasi sebagai pedoman dan acuan dalam implementasi NDC yang memuat 5 sektor pengemisi, yaitu sektor energi, sampah, industri, pertanian serta kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya.
Selanjutnya, untuk menindaklanjuti Glasgow Climate Pact yang mengharuskan Indonesia untuk meningkatkan ambisi dalam rangka penurunan emisi GRK melalui submisi Enhanced NDC pada 23 September 2022.
Ia menambahkan, di dalam Enhanced NDC terdapat peningkatan target penurunan emisi GRK dari 29% menjadi 31,89% dengan usaha sendiri dan 41% menjadi 43,20% dengan kerja sama teknik luar negeri khususnya berkenaan dengan dukungan kerja sama di bidang teknologi teknologi dan pendanaan.
“Sektor FOLU menjadi peluang target penurunan emisi Nasional hampir 60% dengan target net sink lebih lebih cepat dibandingkan 4 sektor lainnya yaitu di tahun 2030,” katanya di IPB International Convention Center (IICC) Kota Bogor, Selasa, 6 Februari 2024.
Lebih lanjut dijelaskan, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan upaya dan target yang ingin dicapai Indonesia dengan sasaran penyerapan emisi GRK akan seimbang atau melebihi pada tahun 2030 dengan target -140 juta ton CO2e dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.
Pada agenda pengendalian perubahan iklim, Pulau Jawa memiliki kekhususan dan pendekatan yang berbeda dalam menetapkan aksi-aksi dan upaya untuk menurunkan emisi GRK terutama pada kondisi tutupan lahan, daya dukung dan daya tampung, kondisi vegetasi dan kepadatan penduduk.
Luas daratan di Jawa adalah ±13,3 juta ha dengan prosentase jumlah kawasan hutan dan APL masing-masing adalah 23% dan 77%, tutupan vegetasi di Jawa didominasi oleh hutan tanaman dan hutan rakyat. Berdasarkan data statistik 2022 jumlah penduduk Pulau Jawa ± 154,2 juta jiwa.
“Data penutupan lahan di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Pulau Jawa sangat dinamis dan dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk yang cenderung meningkat, sehingga dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan,” katanya.
Untuk itu, sambungnya, pengaturan pemanfaatan lahan yang optimal melalui pendekatan daya dukung dan daya tampung perlu dilakukan agar keberadaan lahan tersebut dapat menampung dan mendukung kehidupan di dalam lahan tersebut.
Pulau Jawa juga mempunyai potensi areal lahan kritis dan sangat kritis masing-masing sebesar 16% dari total kawasan sehingga fungsi sebagai unsur produksi dan pengatur tata air menjadi menurun. Kondisi tersebut menyebabkan Pulau Jawa rentan terhadap bencana hidrologis dan krisis pangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, KLHK menginisiasi untuk membangun langkah-langkah strategis dalam peningkatan tata kelola hutan dan lingkungan yang berkelanjutan.
Pada tahun 2023, terangnya, KLHK melakukan aksi kolaborasi dengan para akademisi dan praktisi untuk menyusun Rencana Operasional FOLU Region Jawa yang memuat rencana aksi dan target-target rencana operasional untuk menurunkan emisi GRK net sink pada tahun 2030.
“Dalam elemen-elemen Sektor FOLU Region Jawa telah dibangun berbagai langkah kerja yang sistematis seperti dalam hal pencegahan deforestasi pada lahan mineral, pencegahan degradasi hutan alam pada konsesi, pembangunan hutan tanaman, peningkatan cadangan karbon dengan rotasi, peningkatan cadangan karbon non rotasi, perlindungan konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan mangrove,” ujarnya.
Adapun rencana operasional tersebut telah dibangun melalui pendekatan spasial, sehingga untuk dapat mengimplementasikan rencana operasional di tingkat tapak diperlukan arahan-arahan yang tepat lokasi dan luasan.
Pada elemen FOLU ada 3 hal yang wajib dilakukan, yaitu mempertahan hutan dengan tutupan lahan yang rapat, melakukan pengayaan terhadap tutupan lahan yang jarang dan pemulihan terhadap areal yang terdegradasi.
Menurutnya, karakteristik wilayah region Jawa mempunyai potensi tinggi untuk berkontribusi dalam aksi mitigasi peningkatan emisi GRK. Hal ini didukung dengan keberadaan area konservasi, area konsesi atau produksi, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus–KHDPK dan hutan mangrove di region Jawa yang mempunyai potensi kontribusi tinggi dalam peningkatan cadangan karbon.
“Hutan lindung dan hutan
konservasi di Pulau Jawa yang luasnya berkisar 1,4 juta ha merupakan penyangga kehidupan yang berfungsi untuk pengatur tata air dan memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati. Jumlah lahan kritis yang relatif luas perlu segera direhabilitasi sehingga potensi penyerapan karbon cukup besar di Pulau Jawa,” katanya.
Ia juga menambahkan keberlanjutan ekosistem hutan memiliki keterikatan yang erat dengan keberlanjutan Landscape. Hutan menjadi penopang keberlanjutan Landscape yang meliputi keberlanjutan proses, fungsi dan produktivitas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang meliputi udara atau atmosfer, lahan, air, laut dan biodiversity.
Bambang menyebut isu-isu strategis pengelolaan hutan yang menjadi perhatian nasional dan dunia saat ini adalah terkait pengelolaan hutan berbasis landscape, lingkungan hidup, perubahan iklim, pengelolaan hutan berbasis spasial, deforestasi, kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan gambut, pengelolaan mangrove, dan green economy.
Terhadap hal ini, KLHK telah menetapkan arahan kebijakan di antaranya adalah: Kebijakan Alokasi vs Deforestasi, Tata Lingkungan meliputi SDA untuk Ekonomi, Infrastruktur dan Public
Utilities, SDA untuk Basis Pembangunan Pariwisata, Industri Kayu dan Jasa Lingkungan, Peredaran Tumbuhan Satwa Liar dan Menjaga sumber daya genetik.
“Karbon dan Ekonomi Sirkuler; Sensitivitas Masyarakat; Penegakkan Hukum meliputi Hukum Administratif, Perdata Dan Pidana; serta Pengendalian Perubahan Iklim,” katanya.
Saat ini, masih kata Bambang, dukungan pendanaan dalam pencapaian FOLU Net Sink dari Luar Negeri mulai berdatangan.
“Kepercayaan dunia internasional terhadap Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ini harus kita jaga dan kita bangun terus menerus melalui kerja-kerja nyata secara terukur dengan target yang masif,” katanya.
Pasca COP 28 UNFCC di
Dubai Tahun 2023 telah dilaksanakan MoU dengan
beberapa negara maju terkait dukungan terhadap Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang berupa pendanaan yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
“Hal tersebut merupakan kontribusi internasional terhadap pencapaian pengurangan emisi sektor kehutanan dan lahan lainnya,” katanya. (*)