Bogor24Update – Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Dinas Kesehatan untuk menurunkan tenaga kesehatan (Nakes) ke setiap RT.
Permintaan itu disampaikannya menyusul pasien penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) saat ini membludak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor.
Sementara dari data terakhir selama dua bulan terakhir tercatat 845 kasus DBD dengan rincian Januari 2024 sebanyak 389 kasus dan Februari ada sebanyak 456 kasus.
Adapun angka kematian akibat DBD sebanyak empat orang dengan rincian satu orang di Januari dan tiga orang di Februari 2024.
“Kami mendapatkan informasi bahwa pasien DBD di RSUD Kota Bogor saat ini sedang membludak, terkhusus pada ruangan untuk anak yang sudah penuh,” kata Atang dikutip Rabu, 28 Februari 2024.
“Kami minta Pemkot Bogor segera menurunkan Nakes ke tiap RT, untuk mengecek warga apabila ada warga terjangkit DBD yang tidak bisa tertangani di rumah sakit,” sambungnya.
Selain mengecek kondisi warga yang terjangkit DBD, menurutnya, para Nakes juga diharapkan dapat mengedukasi langsung masyarakat di kalangan bawah, untuk aktif melakukan gerakan serentak pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungannya.
“Minimal harus sering melakukan survei untuk bisa mengetahui dan mendata tempat yang berpotensi menjadi sarang penyebaran demam berdarah,” papar Atang.
Selain dengan kegiatan 3M Plus berupa mengubur, menguras, menutup, melipat baju-baju yang digantung yang menjadi tempat sarang nyamuk.
Pemberantasan jentik nyamuk juga bisa dilakukan melalui kerja bakti setiap minggu sekali, fogging, hingga membagikan obat abate untuk ditempatkan di genangan air.
“Datangi juga rumah-rumah warga untuk melihat ada genangan air atau tidak. Sekaligus melakukan edukasi ke masyarakat agar melakukan 3M plus serta melakukan pencegahan,” katanya.
Para Nakes yang bertugas di puskesmas biasanya melakukan pendampingan rutin ke wilayah-wilayah. Namun menurutnya, kali ini harus dilakukan secara serentak.
“Meski biasanya pendampingan rutin dilakukan, tapi khusus masalah ini kami harapkan ini dilakukan serentak. Mengantisipasi jatuhnya korban DBD sekaligus mengedukasi warga, sehingga dengan upaya yang sudah dilakukan tidak ada lagi tempat berkembangnya nyamuk Aedes Aegypti,” Atang menjelaskan.
Setelah upaya preventif dilakukan, Atang menilai tindakan kuratif juga penting, sebab masyarakat belum tentu edukatif terhadap kasus DBD. Terkadang masyarakat menganggap sepele ketika badannya terasa mual dan demam.
“Mungkin dianggap bukan DBD. Dianggap sakit maag, sakit demam. Jadi perlu diedukasi, kalau sudah minum obat, demamnya belum juga turun selama berhari-hari, maka bisa diindikasi terkena DBD. Sehingga harus segera diperiksakan ke Puskesmas,” katanya.
Pada kesempatan ini, Ketua DPRD Kota Bogor juga mengingatkan agar upaya-upaya dengan turun langsung ke masyarakat ini dapat dijalankan secara konsisten.
Hal itu dilakukan agar Kota Bogor tidak masuk ke dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus DBD.
Ia menambahkan DBD tidak hanya menyerang pada musim hujan, pada musim kemarau pun potensi seseorang terserang DBD masih ada, belum lagi Indonesia adalah negara endemis DBD.
“Makanya, kita harus kerja ekstra agar jumlah warga terjangkit DBD tidak terus bertambah,” kata Atang. (*)