Bogor24Update – Festival Teater Kala resmi dibuka di Auditorium Bima Arya, Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor, pada Sabtu, 4 Oktober 2025. Acara ini diselenggarakan oleh Amerta Art House bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Bogor, serta REKA Bogor.
Kegiatan dibuka dengan tur Galeri Bumi Parawira, galeri arsip sejarah pertama di Kota Bogor yang menyimpan berbagai lukisan dan instalasi bertema kesejarahan. Tur ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi para peserta dalam proses alih wahana cerita sejarah ke bentuk pertunjukan teater.
Dalam sambutannya, Ketua REKA Bogor, Georgian Marcello, menegaskan pentingnya keberadaan Galeri Bumi Parawira sebagai ruang edukasi dan ekspresi.
“Galeri ini bukan hanya tempat seni, tetapi juga arsip cerita. Dari sinilah sejarah bisa hidup kembali, termasuk lewat panggung teater,” ujarnya.
Georgian menambahkan bahwa tema “Menukil Sejarah dari Sisi Lain” menjadi jembatan antara sejarah lokal dan seni pertunjukan modern, mengajak generasi muda melihat sejarah dengan perspektif baru.
Sementara itu, Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Ervin Yulianto, menyampaikan dukungan penuh pemerintah kota terhadap penyelenggaraan festival.
“Kami berharap kegiatan seperti ini menjadi agenda tahunan, karena membuka ruang bagi pelajar untuk mengenal sejarah sekaligus berkarya,” ucapnya.
Budayawan, Sanusi, akrab disapa Pak Uci, turut mengapresiasi lahirnya kembali kegiatan teater di Kota Bogor. Ia mengenang masa ketika geliat teater pelajar di Bogor sempat mencapai puncaknya melalui Festival Drama Juang pada kurun waktu 2010-2019.
“Kita memang belum punya gedung pertunjukan yang ideal, tapi semangat berkarya tidak boleh padam. Teater harus terus tumbuh,” tuturnya.
Ketua Pelaksana, Dimas Hadi, menjelaskan bahwa Festival Teater Kala bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan upaya membangkitkan kembali ekosistem teater Bogor yang sempat lesu pasca-pandemi.
Nama “Kala” diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti waktu, sejarah, atau peristiwa. Selain penguat identitas program, penggunaan kata “kala” juga merepresentasikan harapan agar festival ini menjadi momentum kebangkitan seni pertunjukan Bogor khususnya teater.
“Tak masalah jika nanti naskahnya bersifat fiksi, selama akar sejarahnya dapat dipertanggungjawabkan. Yang penting, berani berkarya dulu,” ujar Dimas kepada seluruh peserta Festival Teater Kala dalam kesempatan yang sama.
Seminar Kesejarahan: Alih Wahana Cerita ke Pertunjukan Teater.
Usai peresmian, dilangsungkan seminar bertajuk “Alih Wahana Cerita Kesejarahan ke Naskah Pertunjukan Teater” dengan narasumber M.R. Candiaz dan Ramadhian Fadillah dari Tangtu Institute.
M.R. Candiaz menyoroti pentingnya membaca ulang sejarah lokal dengan pendekatan kreatif. Ia menyebut sejumlah peristiwa Bogor dan Jawa Barat yang bisa diolah menjadi naskah teater, seperti Penobatan Sri Baduga, Perjanjian Sunda-Portugis, hingga Pengibaran Merah Putih pertama di Bogor.
“Sejarah bukan catatan mati. Ia bisa menjadi panggung bagi orang biasa, bukan hanya raja dan pahlawan,” ujar Candiaz.
Sementara Ramadhian Fadillah menekankan agar generasi muda tidak menolak mitos sebagai bagian dari sejarah.
“Mitos sering jadi pelindung warisan budaya. Di baliknya selalu ada nilai sosial dan filosofi yang layak diangkat ke panggung,” jelasnya.
Melalui kegiatan ini, Festival Teater Kala membuka ruang dialog antara sejarah, budaya, dan seni pertunjukan, menjadikannya sebagai ajang pembelajaran sekaligus perayaan kreativitas generasi muda Bogor.
Seluruh peserta yang telah mendaftar dan mengirimkan video kurasi akan dipilih 10 kelompok teater tingkat SMA/SMK Sederajat terbaik untuk masuk babak final pada 14 dan 15 November 2025. (*)