“Saya baru tahu ada perbedaan (hasil suara) di provinsi yang telah ditandatangani. Kemudian dilanjutkan dengan reaksi masyarakat yang melakukan unjuk rasa di KPU,” tuturnya.
Ummi yang dianggap telah lalai dan merugikan calon legislatif menggarisbawahi bahwa keputusan KPU itu bersifat kolektif kolegial yang artinya disepakati oleh semua komisioner.
Bahkan, kata dia, KPU melakukan perhitungan suara juga telah melalui mekanisme SiRekap.
“Sehingga ketika itu diubah otomatis itu akan ada tanda merah. Saat itu tidak ada merah sehingga kita melakukan print,” terangnya.
Setelah print hasil perhitungan suara, lanjut Ummi, pihaknya memberikan hasilnya kepada seluruh pihak yang terlibat yang saat itu dikumpulkan pada satu momen rapat pembahasan.
“Saat itu pemeriksaan dilakukan dan semua print, kita berikan kepada peserta yang hadir. Bawaslu memeriksa dan semuanya juga. Jadi kalau dinyatakan saya teledor, itu sudah saya lakukan upaya-upaya dan mekanismenya,” tegasnya.
Karena itu, ia pun memutuskan untuk melakukan gugatan ke PTUN.
“Saya tidak takut kehilangan jabatan. Saya ingin nama baik saya dikembalikan. Bbagi saya ketika harus mundur pun saya mundur tidak ada masalah. Maka dari itu ketika SK KPU RI turun, kami lakukan gugatan ke PTUN,” pungkas Ummi.(*)