Bogor24Update – Mengawali tahun 2024, Tim gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat bersama Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) kembali melakukan rangkaian pelestarian keanekaragaman hayati di Jawa Barat.
Kali ini sebanyak tujuh individu Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) hasil rehabilitasi dilepasliarkan di kawasan Resort Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Gunung Koneng Blok Ciawitali, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) III Sukabumi, Balai Taman Nasional Gunung Halimun–Salak, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Satwa ini termasuk ke dalam satwa dilindungi menurut PermenLHK Nomor 106 Tahun 2018. Tujuh Kukang Jawa yang dilepasliarkan terdiri dari enam kukang jantan bernama Paw-paw, Klap, Kilat, Teru, Ciban, Cibon, serta satu kukang betina bernama Ciben.
Kukang-kukang tersebut berasal dari pelaporan dan penyerahan masyarakat kepada Balai Besar KSDA Jawa Barat, serta Balai KSDA Yogyakarta.
Selain itu, Kukang serahan warga melalui pusat penyelamatan satwa, yang kemudian dititip rawatkan di pusat rehabilitasi satwa YIARI di Ciapus, Kabupaten Bogor, untuk menjalani penanganan medis dan proses rehabilitasi sebelum dikembalikan lagi ke habitat aslinya.
Lokasi pelepasliaran sendiri ditentukan berdasarkan informasi sebaran habitat alami Kukang Jawa. Kawasan Resort PTN Gunung Koneng Blok Ciawitali, Seksi PTNW III Sukabumi–TNGHS merupakan area pelepasliaran yang sesuai, karena merupakan bagian habitat sebaran Kukang Jawa.
Pertimbangan utama dalam menentukan lokasi rilis adalah daerah yang relatif jauh dari pemukiman, relatif aman dari perburuan atau gangguan, serta terdapat ketersediaan pakan. Lokasi juga dinilai sesuai berdasarkan kajian kesesuaian habitat pelepasliaran satwa yang dilakukan oleh TNGHS.
Kawasan TNGHS dinilai memiliki ketersediaan pakan potensial Kukang yang melimpah, di antaranya terdapat tumbuhan Puspa (Schima wallichii), Bubuay (Plectocomia elongata), Suwangkung (Caryota rumphiana), Rotan (Calamus sp.), serta tumbuhan herba, dan pancang lainnya.
Selain itu, terdapat juga jenis jenis serangga, reptil dan burung kecil, seperti Kutilang yang juga merupakan pakan Kukang.
Populasi Kukang Jawa di kawasan ini jarang dijumpai sehingga tingkat kompetisi para Kukang yang akan dilepasliarkan untuk mencari makanan menjadi rendah.
Dengan tingkat ancaman dan gangguan yang dinilai rendah, juga kondisi sosial budaya masyarakat yang tinggal berbatasan dengan kawasan tersebut sudah memiliki kesadaran pentingnya menjaga satwa liar, menjadikan kawasan tersebut memenuhi semua syarat dan cocok untuk menjadi lokasi pelepasliaran.
Adapun titik pelepasliaran yang berada di TNGHS ini berjarak sekitar 124 kilometer dari Pusat Rehabilitasi YIARI di Bogor, ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan mobil selama 4 jam, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit.
Tahapan pra-translokasi dan pelepasliaran dilakukan dengan membangun kandang habituasi terlebih dahulu, yang terbuat dari jaring dan bambu dengan luas sekitar 18 m2, sebanyak kurang lebih 5 unit. Kandang habituasi berfungsi sebagai sarana adaptasi bagi kukang di lokasi baru.
Tak hanya itu, Kukang yang dilepasliarkan akan menjalani proses habituasi selama 4-5 hari di dalam kawasan TNGHS. Selama masa habituasi, tim Survey, Release, dan Monitoring YIARI mengamati perilaku dan kesehatan seluruh kukang tersebut.
Apabila dinilai baik dalam beradaptasi di lingkungan barunya, Kukang-kukang ini akan dilepasliarkan dari kandang habituasi ke alam bebas.
Kepala BBKSDA Jawa Barat, Irawan Asaad menyatakan apresiasi atas hasil kerja bersama antara Balai Besar KSDA Jawa Barat dan YIARI, serta Balai TNGHS.
Pihaknya juga sangat berbahagia karena dapat mengawali tahun 2024 dengan memulai kembali rangkaian pelestarian keanekaragaman hayati di Jawa Barat, melepasliarkan tujuh individu kukang, satwa liar paling banyak yang diselamatkan dan dilepasliarkan oleh Balai Besar KSDA Jawa Barat dan YIARI.
“Kami berharap momen ini menjadi momentum penambah erat ikatan kebersamaan dan penambah semangat melestarikan satwa liar dilindungi, perlu diingat bahwa satwa liar bukan untuk dipelihara, kebahagiaan hidupnya berada di tengah hutan bukan di tengah rumah anda, apalagi di kandang peliharaan,” katanya dalam keterangannya.
Senada, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Irzal Azhar mengapresiasi kerja sama multipihak dalam upaya konservasi biodiversitas.
“Kami memberikan apresiasi kepada YIARI dan Balai Besar KSDA Jawa Barat yang telah bekerja sama dengan kami dalam konservasi biodiversitas di TNGHS, khususnya pelestarian Kukang Jawa melalui upaya rehabilitasi dan pelepasliaran kembali ke habitat aslinya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak,” katanya.
Dengan kegiatan itu diharapkan keseimbangan populasi Kukang Jawa khususnya dan ekosistem TNGHS secara keseluruhan dapat dipertahankan sehingga kawasan TNGHS tetap dapat memberikan manfaat ekologis yang berkelanjutan.
Sementara itu, Ketua Program YIARI, Karmele Llano Sanchez menyatakan, pihaknya mengapresiasi dukungan masyarakat dan pihak pemerintah, dalam hal ini BBKSDA Jawa Barat dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak atas kerja sama pada kegiatan pelepasliaran ini.
“Semoga kolaborasi dan sinergi dengan pemerintah dan masyarakat dalam upaya konservasi satwa liar, terutama kukang bisa terus terjaga, bahkan meningkat,” katanya.
“Semoga kesadaran semua
pihak dalam melindungi hutan sebagai rumah satwa-satwa liar juga terus meningkat. Hal ini tentunya untuk mewujudkan kelestarian satwa liar agar dapat terus hidup dengan aman di habitat alaminya,” imbuhnya.