Tahapan pra-translokasi dan pelepasliaran dilakukan dengan membangun kandang habituasi terlebih dahulu, yang terbuat dari jaring dan bambu dengan luas sekitar 18 m2, sebanyak kurang lebih 5 unit. Kandang habituasi berfungsi sebagai sarana adaptasi bagi kukang di lokasi baru.
Tak hanya itu, Kukang yang dilepasliarkan akan menjalani proses habituasi selama 4-5 hari di dalam kawasan TNGHS. Selama masa habituasi, tim Survey, Release, dan Monitoring YIARI mengamati perilaku dan kesehatan seluruh kukang tersebut.
Apabila dinilai baik dalam beradaptasi di lingkungan barunya, Kukang-kukang ini akan dilepasliarkan dari kandang habituasi ke alam bebas.
Kepala BBKSDA Jawa Barat, Irawan Asaad menyatakan apresiasi atas hasil kerja bersama antara Balai Besar KSDA Jawa Barat dan YIARI, serta Balai TNGHS.
Pihaknya juga sangat berbahagia karena dapat mengawali tahun 2024 dengan memulai kembali rangkaian pelestarian keanekaragaman hayati di Jawa Barat, melepasliarkan tujuh individu kukang, satwa liar paling banyak yang diselamatkan dan dilepasliarkan oleh Balai Besar KSDA Jawa Barat dan YIARI.
“Kami berharap momen ini menjadi momentum penambah erat ikatan kebersamaan dan penambah semangat melestarikan satwa liar dilindungi, perlu diingat bahwa satwa liar bukan untuk dipelihara, kebahagiaan hidupnya berada di tengah hutan bukan di tengah rumah anda, apalagi di kandang peliharaan,” katanya dalam keterangannya.
Senada, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Irzal Azhar mengapresiasi kerja sama multipihak dalam upaya konservasi biodiversitas.
“Kami memberikan apresiasi kepada YIARI dan Balai Besar KSDA Jawa Barat yang telah bekerja sama dengan kami dalam konservasi biodiversitas di TNGHS, khususnya pelestarian Kukang Jawa melalui upaya rehabilitasi dan pelepasliaran kembali ke habitat aslinya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak,” katanya.
Dengan kegiatan itu diharapkan keseimbangan populasi Kukang Jawa khususnya dan ekosistem TNGHS secara keseluruhan dapat dipertahankan sehingga kawasan TNGHS tetap dapat memberikan manfaat ekologis yang berkelanjutan.
Sementara itu, Ketua Program YIARI, Karmele Llano Sanchez menyatakan, pihaknya mengapresiasi dukungan masyarakat dan pihak pemerintah, dalam hal ini BBKSDA Jawa Barat dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak atas kerja sama pada kegiatan pelepasliaran ini.
“Semoga kolaborasi dan sinergi dengan pemerintah dan masyarakat dalam upaya konservasi satwa liar, terutama kukang bisa terus terjaga, bahkan meningkat,” katanya.
“Semoga kesadaran semua
pihak dalam melindungi hutan sebagai rumah satwa-satwa liar juga terus meningkat. Hal ini tentunya untuk mewujudkan kelestarian satwa liar agar dapat terus hidup dengan aman di habitat alaminya,” imbuhnya.