Bogor24Update – Sebanyak 40 pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) difabel yang tergabung dalam Yayasan Diffable Action Indonesia (YDAI) berkolaborasi dengan New Enterpreneur Society (NES) mendapatkan bimbingan teknis penyuluhan keamanan pangan (PKP).
Kegiatan yang digelar Dinas Koperasi UMKM Kabupaten Bogor di Hotel Accram, Kabupaten Bogor berlangsung selama dua hari mulai dari 17 sampai 18 Juli 2023.
Bimtek PKP untuk pelaku UMKM difabel meliputi difabel daksa, rungu, grahita, autism, down syndrome, orang tua difabel dan guru anak difabel dari 12 kecamatan di Kabupaten Bogor.
Ketua Tim Fasilitasi Usaha Mikro, Raden Hendry Iskandar mengatakan, kegiatan ini digelar untuk memfasilitasi peserta yang belum memiliki legalitas produk.
“Kita ini kan memang cikal bakal (baru) kapasitas kita sebenarnya lebih cenderung ke legal, legal bagaimana kesetaraan bahwa kita tidak ada beda-beda ketika ranah kami adalah pembinaan UMKM mau yang difabel mau yang biasa pun akan kita terima, nah kapasitas kami ketika usaha mikro itu salah satunya legalitas baik dari MIB, PKP, PIRT, halal kita fasilitasi,” jelasnya, Selasa, 18 Juli 2023.
Ia lanjut menjelaskan, di tahun ini Kementerian Agama menganggarkan kuota halal sebanyak enam ribu (self declare) dengan kuota terpenuhi sementara mencapai tiga ribu. Adapun Pemerintah Kabupaten Bogor turut memfasilitasi untuk legalitas reguler sebanyak 200 kuota.
Sementara itu, Sekjen YDAI, Isnurul Naeni mengatakan, kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan babak baru dalam kerja sama dengan NES, setelah sebelumnya berkolaborasi melalui pelatihan pembuatan sepatu.
“Alhamdulillah kalau kolaborasi dengan NES kita lakukan sudah dua kali yang awal kita lakukan pelatihan pembuatan sepatu yang sekarang ini bersama NES kemudian difasilitasi oleh Dinas UMKM untuk pelatihan PKP,” ujarnya.
Ia menambahkan dengan adanya penyuluhan ini agar teman-teman difabel menjadi terdorong untuk dapat menciptakan produk-produk yang memenuhi standar, sehingga dapat diterima dengan baik di pasar.
“Kalau kami sih berharap teman-teman dengan adanya pelatihan dengan adanya kegiatan dengan adanya dasar atau pameran semuanya itu berimbas,” katanya .
“Artinya apa kita memberi wacana baru ke temen-temen difabel bahwa kita harus berinklusi kita harus hidup berdampingan kita tidak mengeksklusifkan diri bahwa kita punya hak dan kewajiban yang sama bahwa produk kita juga bermutu sama dengan produk-produk UMKM non difabel yang lain,” imbuhnya.
Isnurul juga berharap semua produk dari pelaku UMKM difabel dapat diterima di pasaran. “Harapan saya semua produk produk teman-teman bisa diterima oleh pasar, semua produk teman-teman terkurasi dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah atau standar yang sudah ditetapkan,” ucapnya.
Ditempat yang sama, perwakilan Badan LOKA POM Kabupaten Bogor, Muhammad Irfan Hakim yang juga pemberi materi pada hari kedua ini turut memaparkan kepada para peserta terkait Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang dan label dan iklan pangan.
Menurutnya, para pelaku UMKM khususnya harus aware atau menyadari terhadap batas pemakaian zat BTP yang digunakan pada produk pangan yang akan mereka pasarkan.
Ia juga menekankan bahwa memahami penggunaan BTP harus sesuai dengan prinsip penggunaan yang tepat dan hanya jika benar-benar diperlukan.
Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa setiap zat yang dikonsumsi memiliki dampak harian yang tidak melebihi batas minimum yang telah ditetapkan.
“Peraturan badan POM terkait BTP ini sangat penting, kenapa? Agar masyarakat tahu bahwa setiap bahan tambahan pangan yang mereka gunakan prinsipnya adalah digunakan secukupnya dan jika benar benar diperlukan secara teknologi jadi artinya BTP ini sebisa mungkin hanya digunakan kalau memang diperlukan saja karena ada batas minimum daily impact ya untuk setiap zat yang kita konsumsi, jadi masyarakat, konsumen, pemerintah dan produsen itu harus aware terhadap penggunaan BTP tersebut,” jelasnya.
BPOM juga memudahkan pelaku UMKM untuk mengetahui batas maksimum BTP dalam kategori tertentu melalui sebuah aplikasi yang telah diluncurkan sebelumnya.
“Jadi badan POM memiliki aplikasi BTP di mana di situ nanti dapat diketahui maksimum penggunaan BTP, terdapat kategori pangan tertentu kemudian hasil perhitungan rasio 1, perhitungan rasio 1 ini adalah kalau menggunakan satu golongan BTP tapi ada beberapa jenis, nah itu baru berlaku perhitungan rasio 1 nanti tinggal di input-input aja digunakannya berapa takarannya maka sistem ini akan menghitung sendiri apakah dia lebih atau kurang dari satu,” tandasnya.