Bogor24Update – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menegaskan komitmennya dalam upaya menekan kasus tuberkulosis (TB) melalui pembentukan Tim Percepatan Penurunan TB. Langkah ini menjadi bagian dari ikhtiar Pemkot Bogor untuk menuntaskan penyebaran penyakit menular tersebut melalui berbagai aksi daerah yang telah berjalan.
Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin, menjelaskan bahwa sejumlah puskesmas di Kota Bogor telah berkomitmen untuk memperkuat layanan identifikasi dan penanganan TB bagi warga.
“Di beberapa puskesmas sudah berkomitmen untuk menerima dan melakukan identifikasi di seluruh warga masyarakat,” kata Jenal usai membuka kegiatan review penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Tuberkulosis Kota Bogor di Paseban Sri Baduga Balaikota Bogor, Selasa, 18 November 2025.
Lanjut Jenal, tim ini tidak berhenti di tingkat kota, pemkot juga membentuk struktur tim hingga ke level terbawah mulai dari kelurahan, RT dan RW. Mereka berperan sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi dini apabila ditemukan warga yang diduga atau berpotensi terkena TB.
“Informasi dini dari aparat wilayah harus tersampaikan kepada dinas sehingga treatment-nya cepat dan tepat. Obat yang dibutuhkan pun jangan sampai terputus,” jelasnya.
Jenal menekankan bahwa keterlambatan penanganan dapat meningkatkan risiko penularan, bahkan kepada anggota keluarga pasien sendiri.
“Jadi peran aparat wilayah sangat kita harapkan untuk mengidentifikasi, menginformasikan ketika ada warga yang diduga atau yang sudah terkena TBC,” katanya.
Kata Jenal, kasus TB pada anak yang mencapai 1.600 pada 2025 menjadi perhatian khusus agar segera dilakukan intervensi sejak dini.
Pemkot Bogor menargetkan penurunan signifikan kasus TB pada 2025. Ia menyebut, saat ini fokus pemerintah adalah meningkatkan penemuan kasus secara lebih masif agar dapat segera ditangani.
“Angka ini harus kita tekan. Mudah-mudahan bisa berkurang. Jadi sekarang lebih ke penemuan kasus,” ungkap Jenal.
Selain penanganan medis, pemkot juga menyiapkan dukungan sosial dan psikologis bagi pasien TB. Sebab, terang Jenal, ada beberapa kasus pasien yang ditinggalkan keluarga karena penyakit, sehingga diperlukan pendampingan psikis.
“Perlu ada pendampingan psikis. Nanti Dinkes bisa bekerja sama dengan psikolog untuk memberikan edukasi dan semangat kembali kepada orang yang terkena TB,” pungkasnya. (*)




















