Bogor24Update – Sejumlah oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota DPRD Kabupaten Bogor terseret dalam dugaan kasus penggelapan dan penipuan pasca penertiban bangunan liar di kawasan Puncak, khususnya Warung Patra atau Warpat.
Bangunan yang ditertibkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor belum lama ini diduga sarat akan sejumlah persoalan. Salah satunya masalah perizinan.
Kuasa hukum pedagang Warpat, Deni Firmansyah menjelaskan, para oknum pejabat yang terlibat tersebut menjanjikan pengurusan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) bagi para pedagang Warpat Puncak dengan biaya total sebesar Rp255 juta.
Namun, kata dia, janji tersebut tidak terealisasi dan para pedagang tetap digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP).
“Sampai detik ini, izin PKKPR yang dijanjikan tidak pernah muncul, padahal pedagang sudah membayar,” jelas Deni kepada wartawan.
Deni memastikan bahwa dugaan kasus ini akan terus dikawal pihaknya. Termasuk oleh para pedagang yang menjadi korban.
“Kita akan kawal bersama kasus ini, untuk memastikan ke mana muara uang para pedagang tersebut,” tegasnya.
Di samping itu, penertiban bangunan liar di kawasan Puncak ini juga sebelumnya telah diprotes oleh mahasiswa dan masyarakat. Mereka menggelar aksi demo di depan Gerbang Tegar Beriman, Cibinong pada Jumat lalu.
Para demonstran meminta Pj Bupati Bogor Asmawa Tosepu untuk bertindak dengan bijak akan penertiban pedagang di kawasan wisata Puncak, khususnya Warpat tersebut.
Dalam aksi itu, para demonstran mengungkap dugaan adanya “jatah preman” yang diminta oleh anak buah Asmawa yakni oknum Satpol PP.
Deni pun menegaskan bahwa oknum Satpol PP setiap hari meminta jatah preman kepada para pedagang dengan alasan untuk pengamanan.
“Memang benar, Satpol PP kerap meminta jatah berupa makanan, minuman, dan bensin setiap hari. Bahkan, ada juga uang yang disebut sebagai biaya keamanan atau parkir,” cetus Deni.(*)