Bogor24Update – Aksi demonstrasi puluhan mahasiswa Universitas Pakuan (Unpak) Bogor di depan Gedung DPRD Kota Bogor, berujung ricuh setelah massa mencoba menerobos masuk ke gedung dewan itu, pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Ketegangan meningkat saat mahasiswa merobohkan pagar dan terlibat dorong-dorongan dengan petugas yang berjaga.
Meski sempat memanas, aksi akhirnya berakhir setelah mahasiswa membubarkan diri. Mereka menyuarakan empat tuntutan utama, mulai dari penolakan pasal bermasalah dalam RUU KUHP, kritik terhadap RUU Penyiaran, hingga isu lingkungan di Rumpin yang disebut telah menelan korban jiwa. Namun, yang paling disorot adalah penolakan terhadap kenaikan tunjangan DPR RI.
“Rakyat makin kesulitan, sementara tunjangan DPR justru naik drastis. Itu yang paling kami soroti,” tegas Dezzan Aditya Pratama, salah satu perwakilan mahasiswa, dikutip Jumat, 29 Agustus 2025.
Menanggapi aksi tersebut, Anggota Komisi I DPRD Kota Bogor, Banu Lesamana Bagaskara, menegaskan bahwa DPRD tidak menutup pintu dialog. Ia menyebut pihaknya selalu terbuka menerima aspirasi, hanya saja
Prosesnya harus dilakukan dengan cara yang tertib dan saling menghargai.
“Prinsip demokrasi adalah dialog. Kami sudah menawarkan sejumlah opsi pertemuan, tapi ditolak karena mahasiswa menginginkan seluruh tuntutannya langsung dipenuhi,” ujar Banu.
Ia juga menjelaskan bahwa DPRD sebenarnya telah berupaya memberi ruang aspirasi, namun pengamanan dari kepolisian harus dijalankan untuk menjaga ketertiban.
“Kami minta ada prosedur pengamanan dipatuhi, tapi mahasiswa menolak, itu yang membuat proses dialog terhambat,” ucapnya
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor, Edi Kholki Zaelani, menyayangkan tindakan perusakan pagar dalam aksi tersebut. Menurutnya, demonstrasi seharusnya dijalankan secara damai dan tidak merugikan pihak lain.
“Kalau pun itu bentuk luapan emosi, sebaiknya tidak terulang lagi. Demonstrasi harus menekankan diskusi, bukan tindakan anarkis,” ujar Edi.
Edi mengungkapkan DPRD sudah menawarkan berbagai skema dialog, mulai dari 5 hingga 15 perwakilan mahasiswa untuk masuk ke ruang rapat, bahkan seluruh peserta pun diperbolehkan asalkan mengikuti prosedur pengamanan. Namun, semua tawaran tersebut ditolak.
“Padahal pengamanan itu penting agar situasi tetap kondusif,” jelasnya.
Menanggapi tuntutan soal penghapusan tunjangan DPR, Edi menegaskan bahwa hal tersebut berada di luar kewenangan DPRD Kota Bogor.
“Itu wewenang DPR RI. Tapi tetap akan kami teruskan ke pimpinan DPRD agar bisa disampaikan ke tingkat lebih tinggi,” pungkasnya. (*)