Bogor24Update – Senja mulai turun menunjukan keindahannya ketika deretan bambu di lahan pare tampak seperti barisan para penjaga yang berdiri rapi.
Di Desa Bantar Sari, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor sore itu, Rabu 26 November 2025, bentangan lahan seluas 2.000 meter menjadi saksi bagaimana seorang petani bernama Tasim menggantungkan harapan.
Bambu-bambu yang tersusun menyilang membentuk lorong panjang di atas mulsa plastik, menjaga ratusan bibit pare yang tumbuh pelan.
Hening, hanya ada angin sore yang sesekali menyapa perlahan, membuat helaian daun yang masih muda itu menari kecil bagaikan riak ombak di lautan.
Namun bagi Tasim, pemandangan ini bukan sekadar lahan, melainkan kebun tempat dimana ia menggantungkan setiap harapan yang terjaga oleh usaha dan doa.
“Orang tua saya dulu juga petani. Saya dari remaja udah ikut turun ke sawah,” kata Tasim ditemui Bogor24Update.
Bertani sudah menjadi ritme hidupnya, sesuatu yang ia lakukan bukan karena pilihan semata, tapi karena warisan yang ingin terus ia jaga.
Selama puluhan tahun, Tasim menanam berbagai jenis sayuran, dari jagung, kacang tanah, terong ungu hingga cabai. Namun pada musim ini, ia memilih pare, tanaman yang menuntut ketelatenan.
“Emang agak ribet, setiap batangnya harus diarahin naik ke ajir (penyangga) bambu, gulmanya dibersihin, terus daunnya diperiksa biar tetap sehat. Apalagi di Bogor kan, kadang baru dirawat pagi, eh sorenya udah berubah karena cuaca,” terang Taslim.
“Kesulitan lainnya juga di air, karena kan disini gak dilewati parit. Jadi, semua sayuran ini saya siram pakai air sumur yang saya timba setiap embernya,” imbuhnya.
Meski begitu, lorong-lorong bedengan yang tampak seolah tak berujung itu menunjukkan satu hal, kerja keras pria berusia 65 tahun itu yang terus diulang setiap hari.
Taslim mengaku bahwa setiap lagi ia selalu datang ke lahannya itu. Memastikan setiap tanaman tumbuh pada jalurnya.
Setiap beberapa hari, ia menyusuri lorong sempit di antara bedengan, memastikan pohon parenya tumbuh dengan baik.
Pria yang sudah memasuki usia renta itu mengakui bahwa kerap merasa lelah. Namun, ia tetap bersyukur dan menikmati segala kondisinya.
“Biar begitu ada kesenangan tersendiri melihat tanaman yang awalnya cuma bibit udah mulai tumbuh pelan-pelan, beberapa juga sudah ada yang mulai merembet ke ajir bambu,” tuturnya.
Dari tanaman-tanaman kecil yang belum banyak orang pedulikan, Tasim merawat masa depannya sedikit demi sedikit.
Kelak, ketika pare-pare itu sampai di pasar atau meja makan orang-orang, barangkali tak ada yang tahu bahwa semuanya berawal dari tempat sederhana ini.(*)





















