Bogor24update – Rektor IPB University Arif Satria mengemukakan hal yang perlu segera dilakukan Indonesia untuk menghadapi ancaman krisis pangan global. Salah satunya adalah meningkatkan produktivitas pangan di Tanah Air.
“Krisis pangan ini menjadi ancaman karena faktor perubahan iklim, kemudian kedua faktor geopolitik Rusia dan Ukraina sehingga terjadi kenaikan harga energi dan pupuk. Dan memang kami sudah menganalisis bahwa itu akan memberikan dampak pada pangan kita, kalau kita tidak segera melakukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan produktivitas,” kata Arif Satria, baru-baru ini.
Menurutnya, cara yang paling baik untuk meningkatkan produktivitas pangan dengan teknologi varietas unggul. IPB University sendiri telah memiliki 107 varietas unggul yang bisa diaplikasikan pada lahan kering ataupun lahan sawah.
Selain memiliki varietas unggul, IPB University juga telah menghasilkan produk-produk lokal. Arif Satria menyebut yang menjadi tantangan pemerintah bagaimana memproteksi produk-produk lokal agar menjadi pilihan untuk pengganti produk impor seperti gandum.
“Gandum ini impornya semakin lama semakin meningkat, pada tahun 2010 impor gandum kurang lebih 4 juta ton, sekarang sudah hampir 11-12 juta ton. Artinya peningkatan dalam 10 tahun itu eksponensial, artinya apa? orang sudah beralih kepada produk-produk impor,” ujarnya.
Dipaparkan, ada banyak produk-produk lokal yang sama seperti gandum. Sebut saja sagu, ganyong, sukun, sorgum serta lainnya yang butuh sentuhan perguruan tinggi melalui peningkatan produktivitas.
Langkah selanjutnya, kata Arif Satria, Indonesia mau tidak mau harus menekan food loss and food waste. Terlebih Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan bahwa food loss and food waste di Indonesia nomor dua terbesar setelah Arab Saudi.
“Food lost kita ini 184 kg per per kapita per tahun, artinya pangan yang tercecer, yang dibuang, dan menjadi sampah itu sekitar itu, bahkan menurut FAO kita nomor dua terbesar di dunia setelah Arab Saudi dengan 300 kg per kapita per tahun,” ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa masalah food loss and food waste yang pertama dikarenakan panen padi tidak presisi. Sehingga perlu langkah pembenahan pada tahap produksi padi.
“Gabah yang tercecer itu 11 persen, masuk lagi di penggilingan padi, gabah dan beras yang tercecer dan rusak sekian persen. Jadi kalau kita benahi dari sisi panennya, penggilingan padinya benar, jadi perlu ada revitalisasi mesin-mesin penggilingan padi, maka itu akan meningkatkan ketersediaan pangan,” katanya.
Iapun mengaku masih optimis bahwa pangan Indonesia masih bisa diatasi, salah satunya dengan cara menekan food loss and food waste tersebut. Disamping itu, petani juga perlu pendampingan berkaitan dengan pengembangan varietas baru dan sebagainya.
“Yang ketiga perlu ada segera pendamping petani. Pendamping petani menjadi penting karena varietas baru memerlukan teknik budidaya baru, dan teknologi budidaya baru memerlukan teknik budidaya baru, perubahan iklim memerlukan cara adaptasi baru,” katanya.
“Dan saya kebetulan sekarang ini diminta oleh menteri pendidikan memimpin para rektor dalam program Patriot Pangan untuk meningkatkan kontribusi perguruan tinggi pada ketahanan pangan nasional. Semoga dengan ada program Patriot Pangan ini insyaallah masalah pangan di Indonesia bisa teratasi,” kata Arif Satria memungkas. (Haris)