Pihaknya secara lembaga sudah mengimbau kepada Pemkot Bogor dan sekarang tengah dilakukan kajian sebelum keluarnya kebijakan dari pemerintah pusat.
“Proses itu sedang dijalankan oleh Pemkot Bogor untuk membuat sebuah kajian berapa yang harus subsidi tarif masyarakat by penumpang dan koridor itu harus ada,” ungkapnya.
Saat ditanya soal opsi lain untuk pembiayaan BisKita nanti, Jenal mengatakan bisa saja dengan program Corporate Social Responsibility (CSR). Namun proses dari program tersebut agak berbeda dengan APBD.
“CSR itu sifatnya kita menawarkan kepada forum komunikasi dana CSR atau TJSL (tanggung jawab sosial lingkungan). Nah, belum tentu perusahaan minat dengan apa yang kita tawarkan atau mereka butuh proses pembahasan dahulu di RUPS mereka sebelum mengeluarkan dana CSR, yang jadi khawatir adalah nanti bus malah tidak ada operasional, berhenti, dan pelayanan kepada masyarakat tidak bisa dilakukan,” katanya.
Pada dasarnya, lanjutnya, apabila bicara transportasi apalagi program BTS, dirinya melihat saat tarif gratis memang cukup dibantu dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Saya khawatir ketika tarif terlalu mahal nanti ini akan sama dengan Trans Pakuan dulu atau sama dengan perusahaan yang lama tidak diminati, masih ada transportasi online atau angkot, jadi perlu sedikit reward sebetulnya untuk masyarakat yang menggunakan transportasi massal yang disiapkan ini dengan cara subsidi tarif bagi mereka,” katanya.
Dengan demikian, transportasi massal ini tidak hanya sekedar untuk menjadi angkutan umum bagi masyarakat, akan tetapi mengurangi angkutan umum konvensional melalui program konversi itu semangat utamanya.
“Artinya terobosan subsidi tarif atau dengan CSR itu bagi saya sebuah rangsangan bagi masyarakat tertarik naik BisKita yang kita disiapkan,” tutupnya.
Seperti diwartakan, Pemkot Bogor dari perhitungan awal memerlukan APBD senilai Rp56 miliar untuk subsidi BisKita di empat koridor selama satu tahun, apabila program BTS diambil alih pada tahun depan. (*)