Bogor24Update – Setelah aksi 177 yang dilakukan di Monas mulai muncul banyak komunitas ojek online (ojol) lainnya yang berani menyuarakan bahwa mereka tidak sepakat dengan opini yang beredar selama ini, yaitu komisi harus turun dari 20 persen menjadi 10 persen.
Di tengah wacana penyesuaian komisi aplikasi transportasi online, sejumlah komunitas pengemudi ojol dari wilayah Bogor, Tangerang, Depok, dan Cibinong, menyampaikan pernyataan resmi mendukung potongan komisi sebesar 20 persen yang diterapkan oleh aplikator seperti Grab.
Mereka menyebut, skema tersebut masih relevan, adil, dan memberikan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan ekosistem digital serta kesejahteraan mitra aktif.
Pernyataan dukungan ini disampaikan oleh empat komunitas besar yaitu Relawan Driver Grab Bogor, ADGI Tangerang, KBGB Border Town Depok, dan Ladies Online Cibinong. Keempat komunitas ini menaungi ribuan mitra driver aktif yang setiap hari bekerja di jalan dan menjadi bagian penting dalam sistem transportasi daring Indonesia.
Heri Dinata, Ketua Relawan Driver Grab Bogor, menyatakan bahwa potongan komisi sebesar 20 persen seharusnya tidak dijadikan masalah utama selama mitra driver masih merasakan manfaat dan dukungan dari perusahaan aplikasi.
“Kami memahami bahwa potongan 20 persen digunakan oleh aplikator untuk menjaga kestabilan layanan. Melalui skema ini, kami sebagai mitra masih mendapatkan aliran order yang stabil, promo-promo pelanggan tetap berjalan, dan driver mendapatkan asuransi, perlindungan keselamatan, serta layanan bantuan 24 jam. Itu semua membuat kami bisa bekerja lebih tenang,” kata Heri dalam keterangannya dikutip Sabtu, 19 Juli 2025.
Ia juga menyebut bahwa melalui sistem saat ini, para pengemudi masih mendapatkan fasilitas seperti GrabBenefits yang menawarkan diskon layanan kesehatan, perawatan kendaraan, dan kebutuhan harian lainnya.
“Potongan ini kembali ke kami dalam bentuk program-program yang jelas terasa manfaatnya. Yang penting kami bisa membawa pulang penghasilan yang layak untuk keluarga, tanpa harus khawatir dengan perubahan sistem yang justru bisa membuat semuanya kacau,” tambah Heri.
Dukungan serupa disampaikan oleh Didik Ari Wibowo, perwakilan dari komunitas ADGI Tangerang. Ia menilai bahwa fokus utama para driver bukan semata-mata soal angka potongan, melainkan bagaimana skema itu berdampak terhadap keberlangsungan kerja mereka.
“Potongan ini sepadan dengan layanan dan dukungan yang kami dapatkan. Kami masih bisa mengakses layanan Grab Driver Center, asuransi, dan fasilitas darurat jika ada insiden di lapangan. Program promo pelanggan juga sangat penting untuk menjaga kestabilan order. Kami khawatir, jika komisi diturunkan tanpa perhitungan matang, justru aplikator tidak sanggup lagi mempertahankan semua layanan itu,” ujar Didik.
Heru Widigdo, Ketua komunitas KBGB Border Town Depok, menyoroti pentingnya kontinuitas order sebagai indikator utama kesejahteraan driver. Menurutnya, keberadaan promo pelanggan yang disokong dari sistem komisi, justru membuat pendapatan driver menjadi stabil.
“Kalau komisi dipaksakan turun jadi 10 persen, maka otomatis kemampuan perusahaan untuk memberikan promo dan bonus kepada pelanggan dan driver juga ikut menurun. Ini justru bisa berdampak menurunkan volume order, dan ujung-ujungnya merugikan kami juga. Maka kami mendukung komisi tetap 20 persen, asal transparan dan manfaatnya tetap kami rasakan,” ujar Heru.
Sementara itu, suara dukungan dari mitra perempuan datang dari komunitas Ladies Online Cibinong, yang diketuai oleh Lilis Suryani. Komunitas ini menjadi wadah bagi para perempuan yang aktif sebagai driver ojol di kawasan Bogor dan sekitarnya.
Menurut Lilis, para pengemudi perempuan memiliki tantangan tersendiri dan membutuhkan sistem yang stabil untuk bisa terus bekerja dengan aman.
“Bagi kami, perempuan yang mencari nafkah dari jalanan, stabilitas platform sangat penting. Kami tidak masalah dengan potongan 20 persen, karena itu sebanding dengan perlindungan dan fitur-fitur keamanan yang kami nikmati dari aplikasi. Yang kami takutkan adalah perubahan sistem yang membuat order berkurang, layanan terputus, dan kami kehilangan penghasilan,” jelas Lilis.
Ia juga menekankan pentingnya partisipasi driver aktif dalam setiap pengambilan kebijakan. Menurutnya, banyak wacana perubahan yang justru tidak mencerminkan realita di lapangan karena lebih banyak dipengaruhi oleh suara dari pihak-pihak yang sudah tidak lagi beroperasi sebagai mitra.
“Jangan sampai kebijakan dibuat hanya berdasarkan opini atau tekanan politik dari merekayang sudah tidak lagi narik. Kami yang masih aktif inilah yang merasakan dampaknya langsung. Jadi dengarkan kami yang berada di lapangan setiap hari,” tegasnya.
Keempat komunitas ini pun menyerukan kepada Kementerian Perhubungan agar lebih terbuka terhadap aspirasi driver aktif yang mewakili realita dan kebutuhan mitra di lapangan. Mereka berharap bahwa pemerintah tidak terburu-buru mengubah kebijakan hanya karena adanya tekanan dari kelompok-kelompok tertentu yang tidak merepresentasikan mayoritas.
“Yang kami inginkan hanya ketenangan dalam bekerja, kepastian bahwa sistem yang kami andalkan untuk menyambung hidup tetap berjalan dengan baik. Skema komisi 20 persen adalah bagian dari keseimbangan itu, dan kami harap tidak diutak-atik tanpa alasan kuat dan kajian menyeluruh,” tutup pernyataan bersama yang disampaikan komunitas.
Dengan demikian, suara dari wilayah Bogor, Tangerang, Depok, dan Cibinong memperkuat dukungan nasional terhadap keberlanjutan skema komisi 20 persen yang selama ini telah menjaga harmoni antara mitra pengemudi, aplikator, dan pelanggan dalam ekosistem transportasi online. Oleh karenanya, komunitas-komunitas ini memutuskan untuk tidak turun ke jalan 21 Juli 2025 nanti. (*)