Bogor24Update – Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) merilis survei terbaru mengenai elektabilitas calon Walikota – Wakil Walikota Bogor pada Kamis, 12 September 2024.
Dalam survei itu disebutkan pasangan Dedie Rachim dan Jenal Mutaqin menduduki posisi teratas dengan sebesar 44,38%.
Menyusul, pasangan Sendi Fardiansyah dan Melli Darsa dengan sebesar 20,38%, kemudian pasangan Raendi Rayendra dan Eka Maulana di posisi ketiga dengan sebesar 17,75%.
Sementara, pasangan Atang Trisnanto dan Annida Alivia serta Rena Da Frina dan Ahmad Teddy Risandi yang berada di posisi terbawah.
Pasangan Atang dan Annida meraih sebesar 4,25%, sedangkan pasangan Rena dan Tedy mendapatkan sebesar 3,25%.
Disebutkan dalam survei tersebut, ada sekitar 8,25% responden yang belum menentukan pilihan dan 1,74% responden menyatakan tidak ada pilihan.
Menanggapi hasil survei tersebut, Aktivis 98 Fery Ariyanto Batubara menegaskan, hasil survei yang menempatkan pasangan Rena Da Frina-Teddy Risandi di posisi buncit tidak bisa dijadikan pegangan. Hal itu dikarenakan hasil survei yang dikeluarkan lembaga survei tidak disertai margin of error.
“Ya, beberapa pemberitaan yang saya baca dari hasil survei LS Vinus tidak disertai keterangan margin error-nya. Jadi, pendapat saya tak bisa dijadikan pegangan. Hal lain, metodelogi dan kuisionernya seperti apa tak disebutkan saat konpres hingga disajikan dalam pemberitaan,” kata Aktivis Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR) yang juga Aktivis Rumah 98 itu, kemarin.
Menurut Fery, bahwa pertarungan belum dimenangkan kendati sudah mengantongi hasil survei. Ia juga mengutip Indonesianis Marcus Mietzner dalam risetnya berjudul “Political Opinion Polling in Post-authoritarian Indonesia: Catalyst or Obstacle to Democratic Consolidation?” yang menjelaskan, masa kampanye acap memunculkan banyak lembaga survei yang mengubah lanskap politik.
“Pemilu, pilpres juga pilkada tak hanya jadi pesta demokrasi pertama yang memungkinkan rakyat memilih langsung, tetapi jadi titik balik yang mengubah pandangan elit tentang survei politik,” tutur eks Aktivis Forkot itu.
Sementara, Tim Pemenangan Rena-Teddy, Eko Okta menyampaikan, dalam ruang demokrasi sah-sah saja sajian hasil survei.
Namun, analisanya, hasil survei LS Vinus diragukan. Penuturannya, update Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU Kota Bogor, pada 9 Agustus 2024, untuk Pilkada dan Pilgub tahun 2024, sejumlah 815.944 jiwa.
Dia membandingkan perhitungan KPU Kota Bogor di lima daerah pemilihan (dapil) Kota Bogor, sebanyak 636.434 jiwa berpartisipasi dalam Pileg 2024 lalu.
“PKS di Kota Bogor mendapat suara tertinggi sebanyak 132.661 pemilih. Jika mengacu hasil survei LS Vinus paslon Atang dan Annida hanya meraih 4,25%, artinya jika diasumsikan pemilih pilkada sebanyak 800 ribu jiwa, maka yang memilih Atang Annida hanya 34 ribu orang. Pun demikian dengan PDI Perjuangan, jika versi LS Vinus hanya 3,25% pemilih Rena-Teddy, maka hasilnya 26 ribu,” ucapnya.
Jika mengacu survei LS Vinus, sambung pria yang juga Aktivis 98, pemilih PKS pada Pileg 2024 lalu sebanyak 132.661 mendadak merosot yang memilih Atang-Annida.
“Dan, pemilih Rena Da Frina-Teddy usungan PDI Perjuangan Kota Bogor masak iya mendadak merosot menjadi 26 ribu orang, dari suara pileg sebanyak 69.489 suara, yang saat itu saja, pemilih Pileg di Kota Bogor merujuk data KPU Kota Bogor, sebanyak 615 ribu pemilih. Masak sih suara pemilih Rena-Teddy hanya sepertiga dari raihan suara pileg 2024 lalu? Yah, jadi wajar saja kalau hasil survei tersebut sangat diragukan,” tuntas Eko.
Meski demikian, ia menghormati hasil survei LS Vinus dalam ruang berdemokrasi.
Menutup pandangannya, ia juga menyampaikan 81 lembaga survei yang terdaftar di KPU 2024 dan telah diterbitkan sertifikatnya per 6 Februari 2024.
Menanggapi hal ini, Founder LS Vinus Yusfitriadi memandang di era demokrasi dan keterbukaan seperti saat ini sah-sah saja, jika ada pandangan yang berbeda dalam berbagai hal. Terlebih dalam konteks politik, terkadang nyaris tipis perbedaan benar atau salah.
Sehingga, ia apresiasi dan sangat menghargai pandangan kelompok manapun dan elemen masyarakat manapun yang meragukan bahkan tidak percaya dengan hasil survei dari lembaga manapun, termasuk hasil survei LS Vinus yang kelolanya.
“Bagi saya hal seperti ini biasa-biasa aja. Karena dalam konteks politik hasil survei dari lembaga manapun pasti akan dipandangkan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain,” katanya.
Yusfitriadi berharap juga pihak manapun dan lembaga survei manapun dapat juga mengeluarkan hasil surveinya, supaya ada second opinion bagi masyarakat, jika memiliki hasil yang berbeda.
“Karena saya merasa yakin semua lembaga survei memiliki metodologi dan pendekatan yang berbasis ilmiah,” tandasnya. (*)