Bogor24Update – Memilih tempat nongkrong kaum milenial dan Gen Z, Dewan Pengurus Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Jawa Barat menggelar Kolokium Transformasi PPP untuk Indonesia di Kafe Koteshu, Jalan Ahmad Yani, Kota Bogor, Kamis, 30 Januari 2025.
Dalam acara ini menghadirkan narasumber seperti Dr. H. Endin A.J Soefihara, MM. (Akademisi & Tokoh PPP), Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.A., Ph.D. (Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia) dan Nadia Hasna Humaira, B.HSc. (Penggiat Sosial Politik Muda).
Adapun tema yang diangkat ‘Mewujudkan Partai yang Adaptif, Inklusif, dan Responsif Menuju Indonesia Emas’. Acara ini dihadiri pengurus DPC PPP di Jabar serta sejumlah anggota DPRD, ormas sayap PPP, dan mahasiswa.
Tak hanya itu, tampak pula tokoh PPP Rachmat Yasin, Ketua DPC PPP Kabupaten Bogor Elly Rachmawati, dan Ade Munawaroh Yasin.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPW PPP Jabar Pepep Saepul Hidayat mengatakan, kegiatan ini biasa dilakukan tapi karena dalam rangka harlah, maka digelar secara berbeda dengan mengambil tempat Kota Bogor sebagai tuan rumahnya.
“Ini untuk memperluas jaringan juga. Tema yang diangkat adalah, agar PPP bisa menambah kesolidan dan makin tangguh kedepannya. Tentu saja, kita ini memiliki kader yang mumpuni dan banyak yang sudah menjadi tokoh nasional. Hanya saja, PPP telat merespon atas perubahan sistem pemilu, sehingga puncaknya pada pemilu lalu tak masuk ke Senayan. Saya ingin membangkitkan kembali gairah kader di semua wilayah karena di pemilu 2029 masih banyak harapan,” terang Pepep.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, jika dirinya sudah mewanti-wanti pimpinan PPP sebelum pemilu 2024, karena hasil survey masih di angka 3 persen, padahal syarat ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Ia menambahkan, gagalnya PPP masuk ke Senayan penjelasannya sangat mudah karena trennya terus menurun. Contohnya, pada pemilu 2019 saja hanya mendapatkan 4,5 persen di DPR RI kemudian ada masalah internal dan di 2024 suaranya 3,87 persen.
“Namun, meski daerah lain suara PPP turun, tapi di wilayah Jabar kursi DPRD provinsinya malah naik yang awalnya hanya 3 menjadi 6 kursi. Jadi, Jabar masih bisa dianggap sebagai salah satu basis suara dari PPP,” ujarnya.
Burhanuddin mengungkapkan, tantangan ke depan tentu akan berat karena biasanya partai yang sudah tak lolos PT dan bercokol lagi di Senayan akan susah masuk kembali. Sehingga skenario yang harus dilakukan adalah sejak dini memilih caleg berkualitas serta memiliki pimpinan atau ketua umum yang punya daya tarik.
“Perlu diingat juga, agar terus memperhatikan dapil yang sudah memiliki kursi atau yang sudah menjadi basis. Dan diperhatikan juga dapil yang dianggap biasa-biasa saja, namun saat pemilu terakhir mendapatkan kursi. Nah, sisanya tinggalkan saja dan prioritas di dapil-dapil tersebut,” imbau dia.
Dijelaskan bahwa saat ini pemilih banyak dari kalangan muda. Solusinya, PPP yang merupakan partai ‘senior’ harus memiliki cara untuk merangkul kaum muda itu menjadi pemilih PPP.
“Salah satu caranya adalah, PPP harus aktif di media sosial (medsos). Kalau ada acara seperti ini, jangan hanya diselenggarakan secara offline saja tapi libatkanlah yang diluar sana dengan melakukan kegiatan live di medsos yang dimiliki DPC, DPW atau DPP. Mimbarnya saat ini adalah medsos,” tukas dia.
Ditempat yang sama, Penggiat Sosial Politik Muda, Nadia Hasna Humaira menjelaskan, ke depan PPP tetap harus bisa mendengarkan arahan atau pengalaman senior, namun tidak melupakan inovasi. Peran PPP di Indonesia Emas ini akan ada di bagian mana, sehingga bisa terus berkembang dan meraup kembali suara signifikan di setiap pemilu.
“Bagi saya, musuh kita adalah kemiskinan dan kebodohan. Karena itu, harus ada terobosan-terobosan yang bisa berkaitan dengan dua permasalahan tersebut. kalau pun menggeber medsos jangan asal viral saja, tapi harus ada hasil yang bisa dirasakan oleh masyarakat,” tandas Nadia. (*)