Bogor24Update – Aira, remaja 13 tahun membagikan pengalamannya yang kerap berkutat pada kondisi penglihatan.
Aira merasakan dampak tidak maksimalnya penghilatan sejak SD. Dari saat itu, ia sudah bergantung pada kacamata untuk melihat jelas. Minusnya terus bertambah hingga mencapai -4.75, dengan silinder 3.75 di kedua mata.
Kebiasaan screen time yang tinggi, terutama saat Pandemi Covid-19, mempercepat kenaikan minus dan silinder.
Aira mengungkapkan, jika dirinya gemar membaca buku dalam waktu lama. Perlahan, ia mulai kesulitan membaca papan tulis di sekolah, sering memicingkan mata, dan merasa tidak nyaman saat berpindah fokus dari jarak jauh ke dekat.
“Kalau di kelas, kadang buram kalau lihat papan tulis. Harus agak maju atau memicingkan mata supaya bisa jelas,” ujarnya, Minggu 17 Agustus 2025.
Ia mengatakan, perubahan besar terjadi setelah melakukan terapi Ortho-K di VIO Optical Clinic. Aira menjelaskan Ortho-K adalah lensa kontak khusus yang digunakan saat tidur untuk membentuk kornea mata sehingga penglihatan menjadi jernih di siang hari tanpa kacamata.
Dalam waktu seminggu, minus nya turun menjadi -2.00 dan silindernya berkurang menjadi -1.50, penurunan sekitar 50 persen.
“Sekarang kalau belajar di kelas penglihatannya jauh lebih jelas. Aktivitas sehari-hari juga terasa lebih bebas karena nggak harus bergantung penuh sama kacamata,” tambahnya dengan senyum lega.
Cerita seperti Aira bukanlah kasus langka. Berdasarkan data pemeriksaan di VIO Optical Clinic Bogor, kelainan refraksi masih menjadi masalah kesehatan mata terbesar di Indonesia.
Di Bogor sendiri, angka pemeriksaan mata anak usia sekolah masih rendah, hanya 37 persen yang sudah menjalani pemeriksaan mata.
Yang lebih mengkhawatirkan, dari jumlah tersebut, 58 persen anak terdeteksi sudah memiliki minus tinggi saat pertama kali diperiksa di VIO Optical Clinic Bogor. Minus tinggi pada anak bukan hanya soal ketebalan kacamata.
Kondisi ini meningkatkan risiko komplikasi penglihatan di masa depan, termasuk retina robek dan glaukoma yang bisa berujung pada penurunan kualitas hidup.
Melihat tingginya angka kasus tersebut, VIO Optical Clinic menggagas kampanye PERMADANI (Periksa Mata dari Dini).
Kampanye ini mengajak orang tua untuk rutin memeriksakan mata anak, bahkan saat anak belum mengeluhkan masalah penglihatan.
Drasthya Zarisha selaku spesialis mata di VIO Optical Clinic cabang Bogor mengatakan, pemeriksaan mata secara rutin dapat membantu mendeteksi gangguan sejak dini, sehingga penanganannya bisa lebih efektif dan risiko jangka panjang dapat diminimalkan.
Di VIO Optical Clinic, kata dia, emeriksaan dilakukan melalui Vision Check Up Lengkap.
“Pemeriksaan ini bukan hanya mengukur minus, tetapi meliputi serangkaian tes untuk mengevaluasi kesehatan mata secara keseluruhan,” kata dia.
Hasil pemeriksaan menjadi dasar penentuan solusi yang sesuai, mulai dari kacamata khusus, terapi Ortho-K, hingga program myopia control management.
Salah satu teknologi unggulan di VIO Optical Clinic adalah MyoCheck Prediction.
Teknologi ini mengukur panjang bola mata untuk memprediksi potensi kenaikan minus di masa depan. Informasi ini membantu orang tua dan dokter menyusun rencana pencegahan yang lebih terarah, sehingga risiko perkembangan minus tinggi dapat ditekan sejak dini.
Dengan MyoCheck Prediction, orang tua tidak hanya mengetahui kondisi mata anak saat ini, tetapi juga mendapatkan gambaran perkembangan minus yang mungkin terjadi. Hal ini sangat penting, terutama pada anak-anak dengan faktor risiko tinggi seperti screen time berlebih, riwayat keluarga dengan minus tinggi, atau kebiasaan membaca dalam jarak dekat dalam waktu lama.
Kehadiran VIO Optical Clinic di Bogor menjadi langkah nyata untuk mendekatkan layanan pemeriksaan mata berkualitas kepada masyarakat. Dengan tenaga profesional di bidang optometri dan teknologi pemeriksaan terkini, VIO berkomitmen membantu masyarakat mendapatkan solusi penglihatan yang tepat dan personal.
“Kami ingin mengubah pola pikir masyarakat bahwa periksa mata itu bukan hanya saat sudah kabur, tapi sejak dini untuk mencegah masalah yang lebih besar,” pungkas Drasthya Zarisha. (*)