“Belakangan, ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian Komodo,” lanjutnya.
Karenanya, pihak Taman Safari Bogor terus menggalang dukungan semua pihak, khususnya pemerintah dan masyarakat serta kalangan-kalangan intelektual untuk turut menjaga dan melestarikan satwa Komodo.
“Dukungan besar PT. Smelting kepada Taman Safari Bogor dalam proses pelestarian dan pengembangbiakan harus menjadi motor penggerak entitas lain agar lebih perduli terhadap satwa-satwa yang populasinya kini terancam,” tandas Emeraldo Parengkuan.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Smelting, Hideya Sato menegaskan komitmen PT Smelting untuk terus berkontribusi dalam berbagai program konservasi lingkungan hidup, baik satwa mau pun kehidupan alam lainnya.
Sebagai perusahaan smelter tembaga pertama di Indonesia, lanjut Hideya Sato, PT Smelting terus berkomitmen untuk berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan hidup.
Hal ini menurut Hideya Sato bukan yang pertama pihaknya bekerjasama dengan Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia untuk perlindungan satwa endemik Indonesia yang terancam punah.
Sebelumnya PT Smelting telah sukses melakukan konservasi pengembangbiakan dan pelepasan Elang Jawa ke habitat aslinya pada Januari tahun ini.
“Nah, sekarang ini kami lanjutkan dengan konservasi pelepasan Komodo ke habitat aslinya. Kami harapkan ini menjadi role model bagi perusahaan lain untuk melakukan hal sama bagi penyelamatan flora dan fauna endemik Indonesia yang terancam punah, sehingga kelak generasi masa depan bisa mendapatkan manfaat pelestarian lingkungan,” jelas Hideya Sato.
PT Smelting merupakan perusahaan yang bergerak di peleburan dan pemurnian tembaga pertama di Indonesia dengan pemegang saham utama Mitsubishi Materials Corporation dan PT Freeport Indonesia. Pabriknya berlokasi di Gresik Jawa Timur dan berdiri sejak 1996.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK RI, Prof. Dr. Satyawan Pudyamoko, menyambut baik rencana pelepasliaran komodo tersebut.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam terbesar di dunia. Wilayah Indonesia yang luas dengan karakteristik habitat yang beragam sangat mendukung kehidupan bagi berbagai jenis satwa liar, sehingga sebaran satwa di Indonesia sangat variatif.
Kawasan NTT sebagai salah satu habitat biogeografis unik memiliki ciri satwa khas dan endemik yang keberadaannya hanya dapat ditemui di wilayah tersebut, seperti biawak Komodo.
Menurutnya, upaya pelepasliaran Komodo ke habitatnya dari pengembangbiakan di Lembaga Konservasi seperti TSI, merupakan implementasi program ex situ linked to in situ.
“Semoga program ex situ linked to insitu ini dapat direplikasi keberhasilannya oleh Lembaga konservasi lain dan Komodo yang dilepasliarkan dapat hidup dan berkembang biak dengan baik di habitat alaminya,” tandasnya. (*)