Bogor24Update – Guru Besar IPB University Profesor Sri Pujiyati mengatakan perairan laut Indonesia menyimpan kekayaan sumber daya alam yang sangat luar biasa baik untuk abiotik maupun biotik.
Abiotik yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, di antaranya adalah migas, mineral, bahan tambang dan pasir laut. Sedangkan biotik alga, vegetasi lamun, rumput laut, dan ikan semuanya sangat bermanfaat sebagai bahan obat, kosmestik, ketersediaan pangan, dan energi terbarukan.
Selain itu, kata Profesor Sri Pujiyati, bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga disebut juga sebagai Mega Biodiversitas Kelautan.
Indonesia memiliki ekosistem Mangrove seluas 3,49 juta ha (24% mangrove dunia, 50% Asia), ekosistem Lamun seluas 3 juta ha (19% lamun dunia), dan ekosistem Terumbu karang seluas 8,5 juta ha (18% terumbu karang dunia); dengan sekitar 2500 jenis ikan teleostei, 1500 jenis krustasea, dan 2000 jenis moluska.
Menurutnya, luasnya wilayah laut Indonesia membutuhkan alat bantu dalam mengeksplorasi seluruh potensi laut yang ada. Salah satunya dengan teknologi akustik.
“Teknologi akustik adalah salah satu teknologi alternatif yang memiliki keunggulan, antara lain mampu mengcover wilayah yang luas dalam waktu yang relatif singkat, biaya yang lebih murah, tidak berbahaya, memberi informasi yang real time dan tentunya memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi,” kata Profesor Sri Pujiyati saat pra orasi ilmiah secara virtual melalui zoom meeting dikutip Jumat, 15 Desember 2023.
Ia menjelaskan, teknologi akustik memiliki dua jenis teknologi, yaitu akustik aktif dan akustik pasif. Teknologi aktif adalah salah satu teknologi yang menggunakan pemancaran dan transmisi aktif gelombang suara untuk dapat mendeteksi target yang ada di permukaan, kolom air hingga dasar perairan.
“Instrumen akustik aktif dapat memperoleh informasi tentang target kecil, seperti plankton, nekton, ikan pelagis, ikan demersal, serta dapat digunakan untuk eksplorasi dasar perairan dalam menentukan klasifikasi tipe substrat,” ujarnya.
Sedangkan instrumen akustik pasif adalah penggunaan alat perekam suara sebagai elemen utamanya. Instrumen akustik pasif dapat digunakan untuk mendapatkan karakteristik suara lingkungan dan biota bawah air.
Profesor Sri Pujiyati yang juga Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University ini menyampaikan beberapa hasil deteksi dan kuantifikasi dari plankton, ikan, terumbu karang, dasar perairan, bioakustik mamalia, dan ikan.
Ia memaparkan mengenai hambur balik Plankton. Plankton merupakan organisme renik yang hidupnya mengikuti arus. Umumnya plankton hidup bergerombol namun tidak menyebar merata.
Penelitian yang dilakukan di perairan Teluk Ambon, Teluk Yos Sudarso, laut Halmahera diperoleh nilai Sv yang tinggi di kolom perairan atas.
“Semakin besar nilai Sv, maka akan menggambarkan gerombolan plankton tersebut semakin besar. Kekuatan hambur balik akustik suatu organisme sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik komposisi material penyusun tubuhnya,” katanya.
Adapun hambur balik akustik ikan demersal dari hasil penelitian di Laut Jawa, Belitung, Nunukan menunjukkan sebaran nilai Sv ikan demersal di perairan dangkal lebih besar dibandingkan perairan dalam. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai hambur balik ikan tunggal.
Kemudian, hambur balik akustik ikan pelagis di Perairan Sikka, Teluk Cenderawasih dan Teluk Yos Sudarso menunjukkan semakin dalam perairan nilai densitas ikan semakin kecil.
“Gerombolan ikan pelagis banyak ditemukan di kolom perairan atas (5-20 m). Range Nilai Sv yang ada menggambarkan bahwa dilokasi penelitian memiliki biomassa yang kecil,” katanya.
Selanjutnya, hambur balik akustik terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu diperoleh nilai yang beragam, di mana kekerasan dan kekasaran dari setiap tipe karang yang akan menentukan nilai hambur baliknya.
Nilai Hambur balik tertinggi Coral mushroom diikuti pasir, patahan karang, Coral massive, Acropora tabulate, karang mati dan Acropora branching.
Sementara hambur balik dasar perairan, menurutnya, sangatlah kompleks sehingga intensitas sinyal akustik yang dihamburbalikkan akan berbeda tiap tipe substrat.
“Nilai hambur balik dari kerakal lebih tinggi dibandingkan pasir kasar, pasir halus, lumpur berpasir maupun lumpur,” katanya.
Profesor Sri Pujiyati menambahkan, perbedaan ketebalan integrasi akustik dasar perairan di perairan Kepulauan seribu dan Teluk Yos Sudarso menunjukkan hasil analisis statistik RAL dengan selang kepercayaan 95% diperoleh nilai hambur balik pada integrasi 0.2 m dan 0.5 m memiliki nilai yang berbeda nyata.
Bioakustik sendiri adalah perekaman suara dari lingkungan maupun dari biota, seperti mamalia maupun ikan dengan menggunakan instrumen akustik pasif.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa suara lumba-lumba, ikan sidat, ikan nila memiliki rentang frekuensi suara yang berbeda-beda, bahkan untuk ikan sidat dengan fase yellow maupun ikan sidat dengan fase elver juga memiliki rentang frekuensi suara yang berbeda.
Ia mengatakan bahwa kemajuan pemanfaatan instrumen akustik di semua bidang kelautan maupun perikanan di Indonesia semakin banyak dan aplikasinya semakin luas.
Oleh karenanya, perlu terus didorong pengembangan perangkat keras (hardware) seiring dengan perkembangan elektronik, maupun perangkat lunak (software) serta kemajuan algoritma kecerdasan buatan.
“Selain itu, perlunya kerja sama antar instansi yang terkait untuk penelitian dengan memanfaatkan akustik bawah air agar dapat mempercepat terwujudnya pengembangan Benua Maritim Indonesia,” tutupnya.