Bogor24Update – Prahara lahan Cijeruk di atas tanah 39 hektar yang berlokasi di Kampung Luwuk, Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor, semakin memanas. Kuasa hukum penggarap lahan akhirnya melayangkan somasi kepada unsur Forkopimcam Cijeruk.
Kuasa Hukum penggarap lahan dari Kantor Hukum Sembilan Bintang Rd. Anggi Triana Ismail menyampaikan dirinya bersama tim kuasa hukum para penggarap lahan telah melayangkan somasi kepada pihak Camat Kecamatan Cijeruk, Kepala Kepolisian Sektor Cijeruk, Komandan Rayon Militer Cijeruk.
Adapun isi tuntutan somasi tersebut, kata Anggi, di antaranya adalah segera menjalankan perintah undang undang untuk perlindungan hukum kepada segenap hak-hak masyarakat.
Kemudian memberikan sanksi tegas berdasarkan hukum terhadap PT. Bahana Sukma Sejahtera yang diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Berikutnya, melakukan permintaan maaf kepada masyarakat Cijeruk dan seluruh penggarap lahan atas adanya sikap terlambat dan atau diam terhadap permohonan yang telah diajukan 2 bulan lamanya.
Kuasa hukum penggarap lahan juga menegaskan “apabila masih diam juga dengan somasi yang kami layangkan, maka kami pun akan ajukan aduan dan gugatan ke instansi masing-masing dan ke Pengadilan Negeri setempat.”
Menurutnya, diamnya forkopimcam diduga telah melanggar ketentuan perundang-undangan diantaranya adalah Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Yang berbunyi “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Disatu sisi, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“Akibat diamnya forkopimcam diduga telah mengakibatkan kekacaubalauan di lapangan, diduga ada pengrusakan beberapa lahan hijau milik penggarap, sehingga diduga menyebabkan bencana alam yang terjadi di wilayah sekitar di antaranya banjir bandang dan longsor,” kata Anggi dalam keterangannya, Sabtu, 2 Desember 2023.
Ia menambahkan, kasus yang bermula dari saling klaim lahan antara PT BSS dan para penggarap lahan sudah menyita perhatian publik.Dari sejak tahun 2022 sampai dengan saat ini, permasalahan ini terkesan didiamkan dan tidak menemukan titik tuntas.
“Muspika dan Muspida diminta untuk turun tangan guna menyelesaikan permasalahan ini,” tandasnya.