Bogor24Update – Pasca dicopot dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Ummi Wahyuni mengambil langkah, melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kita menganut azas keadilan. Dan saya menggunakan hak saya selaku penyelenggara,” kata Ummi kepada wartawan di Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu 4 Desember 2024.
Diketahui, Ummi dicopot dari jabatannya tersebut berdasarkan sidang terbuka yang dilaksanakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Senin 2 Desember 2024.
Dalam sidang terbuka DKPP yang disiarkan secara daring, Ummi dianggap telah melanggar kode etik karena telah membiarkan terjadinya pergeseran suara Partai Nasdem ketika Pemilu Legislatif 2024.
Pelanggaran kode etik ini diajukan melalui gugatan yang disampaikan oleh politisi Partai Nasdem Eep Hidayat. Perbuatan Ummi ini dianggap telah merugikan calon anggota DPR RI nomor urut 5 dari Dapil Jawa Barat IX, Ujang Bey.
Namun Ummi menyebutkan bahwa persoalan tersebut telah selesai saat ia memenuhi panggilan dari Gakkumdu pasca proses perhitungan suara secara nasional.
“Setelah selesai rekapitulasi tingkat nasional saya dipanggil gakkumdu soal tindak pidana (pergeseran suara), tapi itu sudah selesai dan tidak ada menunjukkan saya melakukan itu,” jelasnya.
Kemudian, Ummi mengaku bahwa baru mendapati adanya perbedaan hasil suara di provinsi setelah selesai dari Gakkumdu.
“Saya baru tahu ada perbedaan (hasil suara) di provinsi yang telah ditandatangani. Kemudian dilanjutkan dengan reaksi masyarakat yang melakukan unjuk rasa di KPU,” tuturnya.
Ummi yang dianggap telah lalai dan merugikan calon legislatif menggarisbawahi bahwa keputusan KPU itu bersifat kolektif kolegial yang artinya disepakati oleh semua komisioner.
Bahkan, kata dia, KPU melakukan perhitungan suara juga telah melalui mekanisme SiRekap.
“Sehingga ketika itu diubah otomatis itu akan ada tanda merah. Saat itu tidak ada merah sehingga kita melakukan print,” terangnya.
Setelah print hasil perhitungan suara, lanjut Ummi, pihaknya memberikan hasilnya kepada seluruh pihak yang terlibat yang saat itu dikumpulkan pada satu momen rapat pembahasan.
“Saat itu pemeriksaan dilakukan dan semua print, kita berikan kepada peserta yang hadir. Bawaslu memeriksa dan semuanya juga. Jadi kalau dinyatakan saya teledor, itu sudah saya lakukan upaya-upaya dan mekanismenya,” tegasnya.
Karena itu, ia pun memutuskan untuk melakukan gugatan ke PTUN.
“Saya tidak takut kehilangan jabatan. Saya ingin nama baik saya dikembalikan. Bbagi saya ketika harus mundur pun saya mundur tidak ada masalah. Maka dari itu ketika SK KPU RI turun, kami lakukan gugatan ke PTUN,” pungkas Ummi.(*)