Bogor24Update – Kasus dugaan gratifikasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), yang berujung pencopotan dan penurunan pangkat Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cibeureum 1, rupanya berbuntut panjang.
Kuasa Hukum Kepala SDN Cibeureum 1, Dwi Arsywendo mengatakan, kliennya akan melakukan perlawanan terhadap keputusan tersebut.
“Kami akan menggugat SK pencopotan dan penurunan pangkat yang diterbitkan pada Selasa (11/9/2023) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” ujar Dwi melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 20 September 2023.
Dwi juga mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat keberatan atas SK Wali Kota tersebut pada 18 September 2023.
“Kami juga akan menuntut atas dugaan pencemaran nama baik oleh oknum guru honorer SDN Cibeureum 1, yang diberitakan dan diviralkan pada beberapa media online dan media sosial tanpa ada konfirmasi kepada klien saya,” imbuhnya.
Dwi mengungkapkan bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor pun telah memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap kliennya dan empat orang saksi dalam kasus ini.
“Para saksi yang diperiksa adalah orang tua siswa SDN Cibereum 1, dan mereka bersaksi bahwa klien saya tidak pernah meminta uang dari para orang tua. Pemeriksaan dimulai pada pukul 14:00 – 17:00 WIB pada 18 September 2023,” katanya.
Ia menyebut bahwa penyebab kliennya dicopot sebagai Kepala SDN Cibereum 1 karena teriakan dari dua orang guru melaporkan kliennya ke Dinas Pendidikan (Disdik) dan Inspektorat lantaran diduga melakukan pungli pada saat PPDB, Juni 2023 lalu.
“Kedua guru yang diduga mengabarkan berita bohong ini berstatus guru honorer, sementara satu lagi berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” katanya.
Menurut Dwi, seharusnya pencopotan dan penurunan pangkat adalah berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Kota Bogor. “Sementara hasil pemeriksaan Inspektorat juga tidak berimbang dan kebenarannya pun tidak valid karena pihak orang tua siswa pun tidak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan,” katanya.
Padahal, sambung dia, tujuan pemeriksaan saksi adalah untuk mendapatkan keterangan, petunjuk, alat bukti dan kebenaran keterlibatan terduga pelaku tindak pidana.
“Pada 13 September 2023 terjadi demonstrasi, yang diduga diarahkan. Kita punya semua bukti. Secara aturan hukum anak-anak SD itu tidak boleh disuruh-suruh nangis disuruh pura-pura teriak, bawa poster dalam hal ini ada dugaan mereka ini adalah provokator,” bebernya.