Namun, beberapa hari setelah membuat laporan, pihak keluarga RN melakukan perusakan pipa, bahkan secara berulang kali di hari yang berbeda, sehingga memicu reaksi warga sekitar khususnya pelanggan Perumda Tirta Pakuan.
Sebab, sambungnya, tindakan itu berdampak terhadap terganggunya pendistribusian air bersih di sejumlah wilayah Kecamatan Bogor Barat. Tak hanya itu, pihak Perumda Tirta Pakuan juga dilaporkan mengalami kerugian mencapai Rp 2,1 miliar lebih.
“Pihak keluarga RN melakukan perusakan dengan memotong pipa jaringan di bulan Oktober yaitu tanggal 3, 4, 5, 6, 7 dan tanggal 15. Tentu pipa tersebut yang bocor, mengeluarkan air berdampak pada jembatan karena perlintasan jembatan, mengganggu kepentingan umum hingga bisa menyebabkan pengeroposan jembatan,” jelas Bismo.
“Tentu berdampak pada warga yang mendapat sambungan air, padahal itu musim kemarau. Ada 5.799 pelanggan mengeluhkan airnya berkurang bahkan ada yang tidak mengalir sama sekali,” imbuhnya.
Adapun motif pihak tersangka melakukan tindakan perusakan tersebut meminta kompensasi ganti rugi atas pipa yang melintas di tanah yang diakui milik tersangka sebesar Rp20 miliar kepada pihak Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor.
“Modusnya adalah perusakan dan meminta kompensasi ganti rugi, melakukan perusakan berulang dengan motif minta ganti rugi Rp20 miliar,” sebut Bismo.
Ia mengungkapkan, saat kasus ini bergejolak pihak tersangka sempat melakukan upaya penghalangan saat petugas Perumda Tirta Pakuan hendak memperbaiki pipa yang mengalami kebocoran tersebut.
Atas kejadian itu, pihak Perumda Tirta Pakuan melaporkan pihak tersangka ke polisi. Sebelum dilakukan penangkapan dan penahanan para tersangka, kata Bismo, pihaknya juga sudah mengupayakan dialog dengan para pihak terkait.
“Sebelum kami lakukan penangkapan dan penahanan, kami sempat lakukan dialog dengan warga, aparatur wilayah dan mengundang ibu RN. Keluarga RN waktu itu tidak ada yang hadir,” kata Bismo.
Usai pertemuan tersebut, pihak keluarga RN justru mengancam akan melakukan perusakan pipa lagi.
Atas dasar itu, penyidik melakukan pemanggilan kepada pihak terlapor untuk memberikan keterangan. Akan tetapi, selama dua kali pemanggilan, saksi menolak hadir.
“Lalu kami keluarkan perintah penjemputan para terlapor sebagai saksi. Setelah diperiksa, mereka dipulangkan,” sebut Bismo.
Usai pulang, RN justru mengeluarkan ancaman akan kembali merusak pipa. Pihak kepolisian lantas segera mengeluarkan surat penangkapan terhadap lima orang tersebut.
“Mereka lalu kita tetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan. Kita lakukan pemeriksaan para pihak secara hati-hati dan profesional termasuk dokumen-dokumen legalitas kepemilikan kita periksa dan para ahli kita periksa,” katanya.
Atas perbuatannya, kelima tersangka disangkakan melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP jo Pasal 408 KUHP Pasal 406 KUHP sub Pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana paling lama 5 tahun 6 bulan penjara.
“Karena Ibu RN ini sudah lanjut usia, jadi kami tangguhkan penahanannya. Ibu RN juga cukup kooperatif dalam hal penyidikan. Untuk empat orang lainnya tetap ditahan,” tandas Bismo.