Dengan keluarnya kebijakan tersebut, Kosasih menilai apa yang dilakukan pemerintah tidak ada urgensinya. Apalagi jika menyinggung soal peran Pramuka tersebut.
“Dengan adanya pencabutan penggunaan seragam pramuka di tiap tanggal 14 itu, saya pikir ini tidak ada urgensinya, ini tidak ada kedaruratan. Sehingga menurut kami ini adalah keputusan yang terlalu dipaksakan, harusnya sebagai pejabat publik bisa mengakomodir keinginan-keinginan masyarakat Kabupaten Bogor, khususnya untuk gerakan Pramuka,” tegasnya.
Dia meyakini jika kebijakan tersebut disosialisasikan sebelumnya, maka respon yang muncul tidak akan sekeras ini.
“Saya yakin Dinas Pendidikan pun akan terbuka, ketika pimpinan daerah mau berkoordinasi, sejauh mana efektivitas penggunaan Pramuka di lingkungan pemerintah daerah. Jangan sampai ini seolah-olah ada sesuatu yang mendesak, hingga akhirnya dalam proses singkat surat itu langsung terbit,” kata dia.
Diketahui, kebijakan penghapusan penggunaan seragam Pramuka tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 000.8.3/491-ORG yang ditandatangani Pj Bupati Bogor Bachril Bakri pada Senin 14 Oktober 2024.
Pada kebijakan tersebut, Pemkab Bogor juga menghapus penggunaan Smart Casual bagi para aparatur sipil negara (ASN).
“Penggunaan Smart Casual dan Pakaian Praja Muda Karana (Pramuka) tidak digunakan lagi,” bunyi poin ketiga dalam surat edaran tersebut.
Dalam Surat Edaran tersebut, Pemkab Bogor menejelaskan bahwa kebijakan itu ada sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. (*)