Meski mengaku sengaja memilih konsep yang berbeda dari kedai kopi pada umumnya, namun Uji mengatakan dirinya bukanlah seseorang yang ‘anti barat’. Katanya, walaupun kedai kopinya menyajikan lodeh, bukan berarti dirinya tidak mau mengkonsumsi spaghetti.
“Penting untuk berani mengunggah deposit-deposit pada sub kultur. Tapi nggak anti barat,” kata Uji.
Bahan-bahan yang digunakan Rumah Kopi Ranin mulai biji kopi, hingga bahan makanan seperti tempe, singkong, pisang, dan beras merah berasal dari petani yang dikenalnya. Bahkan, petani yang men-supply bahan makanan ke Rumah Kopi Ranin adalah petani di sekitar Dramaga.
Hal itu dilakukan karena Rumah Kopi Ranin ingin menjadi bagian hidup dari petani. Karena menyesuaikan waktu panen mereka, ‘tim dapur’ pun kadang kebingungan jika stok mereka sudah habis namun belum mendapatkan kiriman dari para petani.
“Tapi seninya di situ. Mengatur bagaimana stok di sini agar sesuai dengan di kebun,” tuturnya sambil tertawa.
Meski sudah berjalan selama delapan tahun, Uji belum punya imajinasi untuk melakukan ekskalasi terkait Rumah Kopi Ranin ke depannya. Sebab, dirinya saat ini masih fokus untuk memperbaiki apa yang harus diperbaiki. Juga mengerjakan hal-hal yang belum tuntas di kedai kopi yang berdiri di lahan seluas 1.600 m2 ini. Seperti misalnya, mempertahankan citarasa. “Itu hukum fiqihnya fardhu ain,” tegasnya.
Co-founder yang lain, atau kawan dari Uji, Tejo Pramono juga menjelaskan keberhasilan Rumah Kopi Ranin dalam meningkatkan kualitas kopi.
“Kami berhasil meningkatkan kualitas kopi dari petani di desa-desa terpencil di Indonesia, seperti Humbang Hasundutan, Mandailing, Semende Muara Enim, Liwa, Cibulao Bogor, Garut, Mamasa, Enrekang, Bulukumba, Alor NTT melalui program sekolah kopi untuk petani,” kata pria berusia 48 tahun ini.
Rumah Kopi Ranin juga memiliki Galeri Rasa yang memasarkan aneka jenis kopi nusantara karya para petani yang telah dikurasi. Berikut dengan menerbitkan Peta Citarasa dan Aroma Kopi Nusantara.
“Kami ingin menjadikan Rumah Kopi Ranin sebagai tempat berkarya bagi sarjana ilmu pertanian dan pangan, untuk tetap berkarya di bidangnya di desa,” tutupnya.(*)