Bogor24update – Jalannya tegap, dadanya membusung, sayapnya sesekali dikebaskan dan kakinya terkadang diangkat satu. Beginilah ayam Serama saat bergaya di atas meja.
Sekalipun berpostur tubuh mungil, pamor ayam Serama tidak kalah dengan unggas hias jenis lainnya. Tak heran ayam Serama cukup banyak digemari dan dipelihara di kalangan penggemarnya.
Ayam Serama yang terkenal dengan nama “The Smallest Bantam Chicken” atau ayam terkecil di dunia ini merupakan ayam yang berasal dari Malaysia.
Imam Thamami, peternak ayam Serama asal Rancamaya, Bogor Selatan, Kota Bogor mengatakan, ayam Serama saat ini sudah tersebar luas di daerah Indonesia.
Ia sendiri mulai terpikat dengan keunikan ayam Serama atau dikenal dengan sebutan ayam sombong ini sejak sebelas tahun lalu.
Namun, ia mulai terjun untuk menekuni usaha sampingan dari hobinya dengan beternak ayam asal Negeri Jiran itu pada tahun 2015.
“Awalnya hobi saja memelihara sepasang (jantan dan betina) tahun 2012, tapi mulai fokus untuk mengembangbiakkan ayam Serama tahun 2015,” ujarnya.
Dalam mengembangbiakkan ayam Serama, ia menerapkan teknik perkawinan secara alami di kandang atau disebut kawin normal.
Di samping itu, teknik perkawinan secara alami lain yang disebut kawin dodokan dengan cara dibantu menaruhkan ayam jantan di atas punggung betina.
“Kawin dodokan dilakukan karena untuk ternak ayam Serama sedikit agak sulit, beda dengan jenis ayam lain karena postur tubuhnya. Jadi, ada ayam Serama yang memang tak bisa kawin normal dibantu dengan cara itu,” jelasnya.
Menurut pria yang akrab disapa Thama Serama Betta di komunitas Serama Indonesia ini, kedua teknik perkawinan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kelebihan kawin normal, dalam prosesnya tidak repot indukan tinggal dilepas di kandang, berbeda dengan kawin dodokan.
“Tapi kekurangannya (kawin normal) dari persentase pembuahan telur lebih rendah dibandingkan kawin dodokan. Kekurangan kawin dodokan, harus punya waktu lebih karena waktu birahi ayam itu pada jam-jam tertentu,” katanya.
Thama mengungkapkan, dalam mengembangbiakkan ayam ini diusahakan memilih indukan yang terbaik, agar menghasilkan anakan yang berkualitas.
Ia sendiri memilih indukan yang telah menginjak usia delapan bulan sampai dengan satu tahun.
“Kalau setiap indukan itu biasanya dapat bertelur minimal empat sampai 12 butir, jadi tergantung bentuk dan usia indukan. Dan produktivitas ayam Serama sendiri bisa mencapai tiga tahun,” paparnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memelihara ayam ini, yaitu menjaga kebersihan kandang dari kotoran yang wajib dilakukan setiap hari pagi dan sore untuk menghindari penyakit dan bau kandang.
Untuk mengurangi bau kandang, ia juga biasanya menggunakan media pasir atau serbuk. Sementara pakan pokok yang diberikan beras merah berfungsi untuk membentuk otot-otot tubuh ayam.
“Untuk pakan tambahannya diberikan pur serta biji-bijian, seperti jagung dan milet. Selain itu bisa juga diberikan jangkrik,” tandasnya.
Selama ini, ia banyaknya menjual anakan ayam Serama antara usia satu sampai tiga bulan, baik dalam jumlah partai maupun satuan sesuai kebutuhan pasar.
Thama mengaku untuk harga tentunya disesuaikan dengan kualitas dari anakan itu sendiri mulai di kisaran Rp200 ribu hingga 3 juta rupiah.
“Kalau untuk usia remaja sampai dewasa itu juga sama tergantung kualitas mulai dari harga Rp300 ribu sampai Rp5 juta di sini,” katanya.
Selama ini, ia memasarkan hasil dari beternak ayam Serama sudah menjangkau hampir seluruh daerah di Indonesia.
Dari usaha sampingannya itu, Thama bisa mengantongi keuntungan bersih rata-rata Rp3 juta setiap bulan di luar pengeluaran biaya pakan.
Selain beternak, pria berusia 32 tahun ini memberikan layanan salon dan juga perawatan khusus ayam Serama untuk kontes di lingkungan komunitasnya.