Oleh : Herman
Bogor24update – Sulit dipungkiri lapangan Sempur kini sudah menjadi salah satu ikon kota bogor. Keberadaanya sekarang ini bahkan menjadi pusat konsentrasi masyarakat khususnya pada setiap akhir pekan. Masyarakat yang datang tidak saja warga asli Kota Bogor, namun juga dari luar Bogor.
Fasilitas publik yang menjadi salah satu lokasi tujuan masyarakat itu, memang benar-benar dibutuhkan. Bahkan tidak saja menjadi fasilitas olahraga, namun tidak sedikit masyarakat yang datang hanya untuk sekedar nongkrong menikmati suasana sambil mencicipi aneka jajanan yang tersedia disekitarnya.
Ditutupnya lapangan sempur untuk sementara waktu hingga dua bulan kedepan oleh pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim), bisa saja menimbulkan rasa kecewa di masyarakat yang sudah merasakan kenyamanan dalam menggunakan fasilitas yang telah disediakan pemerintah Kota Bogor itu.
Pasalnya, lapangan sempur yang belum genap lima tahun sudah harus kembali dilakukan perbaikan pada jogging track, sejak diresmikan Walikota Bima Arya pada 2018 lalu. Padahal, sejak 2020 lalu ketika dunia digempur habis oleh pandemi Covid19, lapangan sempur tertutup dari aktifitas warga hingga Maret 2022.
Tak dapat pula disalahkan bila pada akhirnya timbul asumsi masyarakat, jika lapangan sempur dikerjakan asal asalan, hanya demi sebuah target tertentu. Padahal biaya yang digelontorkan tidaklah sedikit, yakni mencapai angka 2,3 miliar rupiah untuk mervitalisasi sebuah Jogging track kala itu.
Bahkan dalam pemberitaan salah satu media online nasional berjudul Kota Bogor Memiliki Lintasan Lari Kualitas Terbaik yang terbit 27 Oktober 2018 menyebutkan, “Ada dua lapisan yang dipasang pada jogging track, di antaranya lapisan warna hitam atau Stryrene Butadiene Rubber (SBR) dan lapisan warna biru Ethylene Prophylene Diene Konomer (EPDM). Biaya revitalisasi menelan sekitar Rp 2,3 miliar”
Sementara itu pihak Disperumkim Kota Bogor menyatakan, jika kerusakan yang terjadi sekarang, karena selama ini jogging track yang sudah eksisting menggunakan bahan aspal yang memang jika terkena panas mudah mengelupas. Hal ini menimbulkan pertanyaan, benarkah dibangun dengan kualitas terbaik, atau benar hanya dengan lapisan aspal ? Lalu bagaimana dengan anggaran sebesar 2,3 miliar tersebut, sepadankah jika benar hanya dengan lapisan aspal dibawahnya ?
Disamping itu, masyarakat pun tidak cukup hanya merasa kecewa. Kerusakan yang terjadi terhadap fasilitas ini, bisa saja adanya andil masyarakat, terutama yang tidak patuh dan taat terhadap aturan, serta tidak turut menjaga keutuhannya.
Bila diperhatikan, tidak sedikit pula masyarakat yang ‘mengangkangi’ aturan bahkan cenderung merusak fasilitas publik, tak terpatri hanya pada lapangan sempur, namun juga pada fasilitas-fasilitas publik lainnya. Ditambah lagi kurangnya ketegasan petugas dilapangan dalam mengantisipasi keberlangsungan keutuhan fasilitas. Hal itu bisa menjadi salah satu faktor.
Tak mudah memang dalam menerapkan aturan secara tegas, namun itu adalah sebuah konsekuensi yang harus ditempuh bagi pemerintah daerah melalui para petugas lapangan, walau bisa saja menibulkan rasa ketidakpuasan masyarakat yang pada akhirnya terjadi perselisihan.
Sementara masyarakat sendiri tidak bisa hanya menyatakan bahwa fasilitas tersebut dibangun dengan uang rakyat, sehingga sudah semena mena dalam penggunaannya. Namun justru sebaliknya, bila itu dibangun dari uang rakyat, seyogyanya msyarakat benar benar merasa memiliki fasilitas tersebut dengan turut menjaga agar fasilitas tidak mudah rusak.
Bayangkan, untuk memperbaiki jogging track saja pemerintah Kota Bogor harus kembali menggelontorkan anggaran hingga miliaran rupiah. Oleh karena itu, perlu disadari, apabila kerusakan kerap terjadi akibat ketidak patuhan semua pihak, serta tidak adanya ketegasan yang konsisten yang dapat memberikan efek jera, maka anggaran itu akan lebih banyak lagi terbuang.
Sementara pendapatan daerah yang diperoleh dari berbagai sektor itu, tidak hanya dialokasikan untuk perbaikan sarana dan fasilitas publik. Dana miliaran rupiah masih bisa digunakan untuk hal lain yang juga sama penting, terutama yang menyangkut hajat hidup masyarakat, terutama bagi masyarakat kalangan kurang mampu.
Jika diakui dana tersebut dari kita (uang rakyat), pertanyaannya adalah, tidak sayangkah bila harus banyak terbuang karena ulah kita sendiri ?
Maka dari itu, transparansi dari pemerintah daerah sangatlah diperlukan terkait penggunaan uang rakyat, untuk menghindari asumsi liar di masyarakat, dan semua pihak lebih dapat menumbuhkan kesadaran untuk selalu menjaga keutuhan, kenyamanan dan keberlangsungan sebuah fasilitas publik, serta konsistensi penerapan aturan yang lebih tegas yang dapat memberikan efek jera bagi para pelanggar aturan. ***