Bogor24Update – Selain nama istana dan nama kota, Buitenzorg juga adalah nama sebuah Afdeeling (wilayah administratif) di Karesidenan Batavia, yang dipimpin oleh seorang asisten residen.
Rumah asisten residen dibangun pada 1821, dan dibangun kembali setelah hancur akibat gempa bumi pada 1834 (Loosjes 1835:190). Sang asisten bekerja di lantai dasar, sedangkan keluarga dan rombongannya bertempat tinggal di atas (Heijboer 1980:79).Â
Pada periode 1832-1867 Buitenzorg berubah menjadi keresidenan mandiri dan rumah ini ditinggali oleh seorang residen. Kemudian Buitenzorg kembali menjadi keasisten-residenan.Â
Rumah menghadap tenggara, ke arah Istana Buitenzorg yang berdiri pada jarak pandang.

Dari kejauhan, rumah ini mirip sebuah pendopo dengan dua lantai. Bangunan itu merupakan sintesis gaya Eropa dan Jawa.Â
Bentuk dasarnya adalah rumah mewah luar kota gaya Eropa zaman VOC dengan dua lantai. Sebagaimana sebuah atap pendopo disangga oleh beberapa lingkaran tiang penyangga, atap rumah ini ditopang oleh lingkaran dinding di bagian tengah dan lingkaran tiang di bagian luar.Â
Sedangkan atap berbentuk limasan bertekuk, dengan bagian atas yang runcing agak curam, dan bagian bawah yang lebih mendatar. Atap tinggi seperti ini memungkinkan sirkulasi udara yang baik. Sehingga udara panas akan bergerak ke atas lalu udara di ruangan menjadi tetap sejuk.

Setelah reformasi pemerintahan 1928, bangunan ini berubah fungsi menjadi kantor pembantu gubernur Provinsi Jawa Barat sampai dengan 1976. Sekarang menjadi kantor Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil).
Banyak kota mendapatkan status sebagai ibu kota daerah administratif kolonial Afdeeling yang dipimpin oleh seorang asisten residen. Pembagian afdeeling diikuti dengan pembentukan daerah administratif pribumi yang sederajat, yaitu kabupaten, yang dipimpin oleh seorang bupati.Â
Oleh karena itu di sekitar alun- alun tidak hanya dibangun kediaman asisten banyak kota mendapatkan status sebagai ibu kota daerah administratif kolonial afdeeling yang dipimpin oleh seorang asisten residen. Pembagian Afdeeling diikuti dengan pembentukan daerah administratif pribumi yang sederajat, yaitu kabupaten, yang dipimpin oleh seorang bupati.Â
Sehingga di sekitar alun-alun tidak hanya dibangun kediaman asisten residen tetapi juga kediaman penguasa pribumi yaitu bupati.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini tidak mengalami perubahan fisik. Status administratif menjadi Bogor Shu, meski tidak ada perubahan struktural, tetapi dalam pelaksanaan pemerintahannya mengalami perbedaan.Â
Luas Shu sama dengan sebelumnya hanya saja fungsi dan kekuasaannya berbeda. Dulu residensi merupakan daerah dari pembantu gubernur. Sementara Shu sendiri merupakan pemerintahan daerah tertinggi di bawah Shucokan.Â
Keberadaan Shucokan setara dengan gubernur yaitu memegang kekuasaan daerah tertinggi Shu. Karena Shu memiliki kekuasaan legislatif dan eksekutif atau menjadi satu otokrasi yang terdapat dari atas sampai ke bawah.Â
Tentunya Shu ini berbeda dengan struktur Residen pada masa Belanda, hanya saja wilayah kekuasaannya Shucokan hanya seluas residensi.
Dari berbagai Sumber*