Bogor24update – Pemerintah Kota Bogor melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor tengah merancang Peraturan Daerah (Raperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Raperda PDRD saat ini masuk tahap rapat dengar pendapat dengan stakeholder, yakni pelaku usaha di Kota Bogor.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah Dwikorawati mengatakan, lahirnya Undang Undang 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) berdampak pada restrukturisasi pajak dilakukan melalui reklasifikasi lima jenis pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu atau disebut PBJT.
Kedua, lanjut Sekda, dengan ditetapkannya UU HKPD, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru PBJT mengatur perluasan objek pajak, seperti atas parkir valet, objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainan).
Ketiga penyederhanaan jenis retribusi pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan opsen atau tambahan pajak untuk kabupaten atau kota, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Penyederhanaan retribusi itu dilakukan melalui rasionalisasi jumlah retribusi yang diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.
“Kelima jumlah atas jenis objek retribusi disederhanakan dari 32 jenis menjadi 18 jenis pelayanan,” kata Syarifah saat sosialisasi sekaligus dengar pendapat Raperda PDRD di Hotel Sahira, Tanah Sareal, Selasa, 7 Februari 2023.
Ia mengatakan, Raperda PDRD ini merupakan delegasi langsung dari ketentuan Pasal 94 UU HKPD, di mana hal utama yang perlu diperhatikan adalah penentuan besaran tarif yang akan dipungut perlu dilakukan kajian terlebih dahulu oleh pemerintah daerah.
Lanjutnya, hal-hal yang disesuaikan pada raperda dimaksud, di antaranya yang dikecualikan dari PBJT atas restoran yang memiliki omset per bulan minimal Rp10 juta dari sebelumnya Rp7,5 juta.
Kemudian, PBJT atas hiburan ditambah satu poin, yaitu bentuk kesenian dan hiburan lainnya, yang mempromosikan kebudayaan Sunda tidak dikenakan pajak. Hal ini dalam rangka mendukung raperda kebudayaan seni Sunda.
Disisi lain, Syarifah mengatakan, terdapat perluasan objek PBJT atas hotel, yaitu tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel dan glamping.
Kemudian, perluasan objek PBJT atas hiburan, yaitu wahana air, ekologi, pendidikan, budaya, salju, permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.
Adapun untuk tarif pajak konser musik dan sejenisnya turun dari 15% menjadi 10%, tarif bowling turun dari 15% menjadi 10%, tarif permainan ketangkasan turun dari 20% menjadi 10%, tarif panti pijat dan refleksi turun dari 25% menjadi 10%.