Bogor24Update – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengungkap hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel sisa makanan dalam kasus dugaan keracunan ratusan siswa dan guru baru-baru ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kota Bogor menunjukkan dua bahan makanan terindikasi mengandung bakteri coli dan salmonella.
Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, mengatakan hasil pemeriksaan Labkesda Kota Bogor terhadap sampel sisa makanan, mulai dari nasi, ceplok telor, tumis tahu dan toge serta bahan lainnya, diterimanya tadi pagi. Hasilnya, dua bahan makanan terindikasi mengandung bakteri coli dan salmonella.
“Dari hasil pemeriksaan lab yang sudah dilakukan hampir empat hari terakhir, menunjukkan bahwa beberapa bahan (makanan) mengandung bakteri coli dan salmonella,” kata Dedie Rachim saat ditemui di rumah dinasnya, Senin, 12 Mei 2025.
Ia menjelaskan kandungan bakteri coli didapatkan dari sampel makanan ceplok telor bumbu barbeque yang dari data diperoleh bahwa makanan tersebut dimasak di malam hari dan didistribusikan di siang harinya.
Sedangkan, kandungan bakteri salmonella didapatkan dari sampel makanan tumis tahu dan toge.
“Bakteri coli dan salmonella didapat dari dua jenis makanan yang disajikan kepada siswa yang mengakibatkan 200 siswa terdampak,” kata Dedie Rachim.
Selain sampel makanan, pihaknya juga melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sampel air dan siswa terdampak yang diperlukan pemeriksaan secara mendalam. Hasil pemeriksaan tambahan tersebut diperkirakan keluar sore ini.
“Untuk pemeriksaan tambahan berupa air dan tubuh dari siswa yang harus diperiksa lebih mendalam, hasilnya baru diperoleh sore ini,” jelasnya.
Terkait hasil ini, Dedie Rachim menyampaikan kesimpulan sementara telah terjadi pendistribusian makanan yang mengandung bakteri coli dan salmonella yang diduga atau dari sampel makanan yang diuji laboratorium diperoleh dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Bosowa Bina Insani.
Untuk itu, Pemkot Bogor meminta ke depan peristiwa ini tidak terjadi lagi di Kota Bogor. Dedie Rachim juga meminta standar operasional prosedur (SOP) termasuk pengawasan terhadap penyediaan makan bergizi gratis (MBG) ini untuk diperketat lagi.
“Ini jangan dianggap sepele, karena menurut kami ini sesuatu yang sangat serius, mengingat pada saat anak-anak terdampak dengan adanya dugaan keracunan makanan, maka Pemerintah Kota Bogor harus ikut serta terlibat terutama dalam penanganan medisnya,” katanya.
Pemkot Bogor juga telah menetapkan kejadian luar biasa (KLB) pada Kamis (8/5/2025) lalu, sebagai langkah cepat penanganan dan jaminan pembiayaan medis korban di rumah sakit ditanggung APBD dari sumber anggaran biaya tidak terduga (BTT).
“Hingga kemarin ada 12 siswa yang masih dirawat di rumah sakit dan berangsur membaik. Sebagian keluhannya sama, badan masih lemas, mual, dan pusing,” imbuhnya.
Dedie Rachim menandaskan jumlah korban dugaan keracunan mengalami penambahan kasus. Tercatat saat ini 213 orang dari data terakhir 210 orang.
“Jadi memang ada keraguan, karena ada yang tidak punya BPJS dan asuransi, jika dibawa ke rumah sakit siapa yang membiayai, makanya ditetapkan KLB supaya siapapun yang terdampak, terindikasi keracunan, berobat ke rumah sakit,” katanya. (*)